arief basari

Rumah Kelahiran Bung Hatta tak Populer Bagi Masyarakat Bukittinggi


Siapa yang tak kenal dengan sosok seorang Bung Hatta. Bapak Proklamator yang juga populer disebut sebagai Bapak Koperasi Indonesia lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Bung Hatta lahir disebuah rumah sederhana yang sekarang beralamat di Jl Jalan Soekarno-Hatta No 37, Kecamatan Guguh Panjang, Kota Bukittinggi dan dijadikan Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta oleh Pemerintah Kota Bukittinggi.. Rumah yang sekarang menjadi Museum Kelahiran Proklamator Bung Hatta menjadi tempat yang dahulunya beliau habiskan untuk masa kecilnya.

Rumah Kelahiran Bung Hatta dibangun diatas lahan seluas 799 meter bujur sangkar dengan luas bangunan 444 meter bujur sangkar yang terdiri dari dua lantai. Konon rumah itu dibangun pada tahun 1860 dan telah direnovasi satu kali pada tahun 1995, karena ketika itu material dari bangunan rumah tersebut telah banyak dimakan rayab karena terbuat dari material kayu yang cenderung akan mengalami keropos. Rumah ini memang direnovasi tapi tidak mengubah bentuk aslinya Terdapat sekitar 6.000 buah buku bacaan Bung Hatta dan contoh pidato beliau yang dipajangkan. Pada dinding-dinding rumah juga dipamerkan koleksi foto-foto dan lukisan Bung Hatta.

Tidaklah sulit menemukan rumah kelahiran Bung Hatta, karena rumah yang masih berada di kawasan Pasar Bawah Kota Bukitting­gi dan bisa ditempuh melalui Jalan Pasar Atas, Pasar Banto, Pasar Bawah maupun dari arah Mandi­angin Kota Bukittinggi.

Begitu besarnya sosok seorang Bung Hatta dengan jejak-jejak sejarah yang ditinggalkan yang telah mendunia, namun belum cukup populer bagi masyarakat Kota Bukittinggi sendiri. Masyarakat hanya mengenal sosok Bung Hatta sebagai bapak Prolklamator saja, tidak lebih. Hal ini tampak dari pengamatan penulis terhadap kunjungan masyarakat ke Rumah Kelahiran Bung Hatta. Rumah Kelahiran Bung Hatta seringkali tampak kosong, hanya diisi oleh petugas penjaga dan beberapa orang petugas kebersihan saja. Hal serupa juga tidak berobah pada hari-hari libur, tingkat kunjungan tidak meningkat. ("Ambo se alun pernah masuak ka rumah bung Hatta") "Saya saja belum pernah masuk ke rumah bung Hatta" ucap seorang warga Bukittinggi yang berdomisili di sekitar Rumah Kelahiran Bung Hatta.

Memang lokasi-lokasi wisata budaya ataupun wisata museum saat ini mulai ditinggalkan. masyarakat cenderung untuk berwisata ke wahana-wahana wisata yang menawarkan pemandangan, permainan atau makanan saja. tidak dapat ditampik bahwa wisata tersebut lebih menawarkan hiburan dan kesenangan bagi pengunjungnya. Selain itu masih banyak yang menyebabkan wisata museum ditinggalkan pengunjungnya. Selayaknya wisata museum dapat dimasukkan dalam kegiatan muatan lokal di sekolah-sekolah, sebuah potensi sebenarnya bagi daerah seperti Kota Bukittinggi dan daerah lainnya di Sumatera Barat memanfaatkan begitu banyaknya museum yang ada. Selain akan meramaikan museum dengan akan meningkatkan income bagi daerah juga akan menumbuhkan rasa bangga terhadap negeri sendiri bagi pengunjungnya/pelajar dengan ilmu dan pengalaman yang dpamerkan di muaseum.

Sulit memang membendung arus globalisasi. Namun sebagai Putra bangsa saatnya untuk mandiri dengan ikut mempertahankan eksistensi bangsa. Salah satunya dengan belajar dari sejarah dan jejak-jejaknya. Jangan sampai globalisasi yang menjadi badai yang menggoyahkan ideologi dan budaya bangsa. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya”. Sederhana namun besar tanggungjawab kita atas hal tersebut.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. basari.news - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger