arief basari

Featured Post Today
print this page
Latest Post

Sertifikasi Ulama


Ulama tidak perlu sertifikat, sebab ia panutan. Ulama juga harus tetap dilahirkan seiring dengan jumlah penduduk yang bertambah.

Hal itu disampaikan ketua MUI Sumbar, Syamsul Bahri Khatib dalam seminar nasional 75 tahun, Prof. Amir Syarifuddin dengan tema ‘Peranan Ulama dalam Pengembangan Hukum Islam di Indonesia’, Senin (12/11) di Auditorium Gubernuran Sumbar. Pada saat yang sama juga diluncurkan biografi Amir Syarifuddin berjudul Qana’ah dengan editor Syafiul Yazan.

Disampaikan Syamsul lembaga-lembaga pendidikan terutama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol dapat melahirkan banyak ulama.

“Kita tidak butuh sertifikat, tapi bagaimana ulama dapat menjadi panutan, menjadi pengarah dan pembinaan agama Islam, serta memupuk akidah,”sebut Syamsul Bahri.

Gubernur Irwan Prayitno yang hadir dalam kesempatan itu mengatakan, Sumbar membutuhkan orang-orang yang mengerti dengan aturan Islam, sehingga bisa hidup sesuai dengan sunnah Rasul dan Alquran.

“Kita bangga dengan Pak Amir Syarifuddin yang terus berupaya untuk mengaktualisasikan hukum Islam dalam hukum nasional,” sebut Irwan.

Pembicara dalam seminar tersebut, Makmur Syarif dan M. Ato Mudzhar, Ismail Novel dan Syamsul Bahri Khatib.

Dalam bahannya, Ismail Novel mengatakan, bagi Amir Syarifuddin reformasi hukum Islam itu tidak hanya dalam bidang fiqh, melainkan juga ushul fiqh, atau sistem metodologi hukum Islam. Karena perumusan ushul fiqh sangat dipengaruhi dimensi waktu dan tempat.

“Karena ada perubahan masa dan tempat, menghendaki perlunya kaji ulang terhadap sistem metodologi hukum yang ada,” ujarnya Ismail.

Menurutnya, sumbangan pemikiran Amir Syarifuddin dalam pembaharuan pemikiran hukum Islam di Indonesia terletak pada pemikiran ushul fiqhnya. Sebaliknya juga memilikinya peran sama dalam pemikiran fiqh.

Amir Syarifuddin merupakan mantan Rektor IAIN Imam Bonjol. Guru besar hukum Islam pada fakultas Syari’ah IAIN Imam Bonjol Padang. Juga pernah menjadi ketua MUI periode 1991-2002. Direktur Pascasarjana IAIN IMAM Bonjol Padang 1994-2003.
0 komentar

Budaya Aparatur Pemerintah

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki secara bersama oleh suatu kelompok orang dan diturunkan secara terus menerus dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur kompleks, termasuk didalamnya sistem agama, adat istiadat, bahasa, perabotan, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh yang bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Budaya sebagai hasil karya, cipta dan rasa manusia dalam perjalanan sejarahnya dimulai dari yang paling sederhana, berkembang dan maju terus setahap demi setahap sampai pada yang kompleks dan maju. Budaya bertambah maju secara akumulatif, baik mutunya yang semakin meningkat, atau budaya yang berkembang dari keadaan sebelumnya.

Sistem dan nilai yang tergambar di dalam budaya adalah hubungan antar individu didalamnya. Budaya sangat berpengaruh besar pada pola sikap, pola pikir dan pola tindak antar individu didalamnya. Konsisi ini juga tergambar pada budaya dalam lingkungan aparatur Pemerintah yang memikul tanggung jawab melaksanakan tugas-tugas bersama, berkumpul dan bekerja pada suatu lingkungan kerja yang memiliki legalitas dan arah tujuan yang jelas.

BUDAYA APARATUR PEMERINTAH

Dilingkungan aparatur pemerintah diharapkan mampu menciptakan dan menegmbangkan sistem nilai berupa nilai-nilai kebangsaan dan kebiasaan hidup didalam dan diluar lingkungan kerja sebagai unsur aparatur pemerintah maupun sebagai anggota masyarakat. Aparatur Pemerintah harus memiliki suatu sikap mental bangsa yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku berupa kepatuhan dan ketaatan, baik secara sadar maupun melalui pembinaan terhadap norma-norma kehidupan yang berlaku dengan keyakinan bahwa dengan norma-norma tersebut tujuan nasional dapat dicapai yang telah disusun dalam peraturan-peraturan yang legitimet.

Dengan kata lain eksistensi nilai-nilai kebangsaan dalam kepatuhan dan ketaatan terhadap aspirasi dan cita-cita nasional, ideologi negara dan UUD 1945 serta peraturan perundang-undangan lainnya yang merupakan juga tanggung jawab social yang dileaderi oleh aparatur pemerintah.

Didalam kepatuhan dan ketaatan itu secara kongkret berarti adanya kesediaan untuk mematuhi, menghormati dan adanya kemampuan melaksanakan suatu sistem nilai yang mengharuskan seseorang tunduk pada putusan, perintah atau peraturan yang berlaku dimasyarakat khususnya dilingkungan kerja masing-masing. Dengan kata lain bahwa budaya tersebut tidak mungkin terwujud tanpa disiplin pribadi dalam kebiasaan pada kehiduppan sehari-hari yang melekat pada diri, yang melekat pada diri para apartur pemerintah secara perseorangan dan sistim..

Beberapa aspek budaya yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan tugas bagi aparatur pemerintah yang mengakibatkan tidak berjalan dengan efektif dan efisien diantaranya:

1. Budaya paternalisme yaitu sikap yang terlalu berorientasi keatas, akibatnya bawahan bekerja lebih menyenangi menunggu perintah dari atasan, sedangkan kreativitas, inisiatif berkurang bahkan cenderung dimatikan. Budaya ini perlu dikurangi agar tidak berkelebihan yaitu dengan cara sebagai berikut:
Pemimpin perlu mengembangkan pola proses pengambilan keputusan bersama (group decision process) tanpa mengurangi wewenangnya dalam mengambil keputusan.
Bila perlu pengarahan dikurangi dan diganti dengan pola pemecahan masalah (problem solving oriented) sehingga setiap petugas merasa ikut bertanggung jawab pada setiap masalah organisasi/unit kerjanya.

2. Budaya manajemen tertutup, yang artinya bahwa pemimpin merasa sebagai penguasa seutuhnya organisasi yang dipimpinnnya yang tidak perlu mengikutsertakan bawahannya, sehingga timbul sikap saling curiga mencurigai, saling tidak percaya, dan prasangka yang kurang menguntungkan dan lain-lain. yang berakibat organisasi pemerintah yang berjalan dengan kaku..

3. Budaya mangkir dalam jam kerja, kurang mampu membedakan jam kerja dan jam dinas, urusan pribadi dan urusan kedinasan. Untuk itu disiplin kerja dan disiplin waktu perlu dibina dan ditingkatkan, dengan mengurangi kebiasaan yang tidak tepat pada jam kerja. banyak hal diantara yang menjadi penyebab salah satu nya bahwa tidak adanya kejelasan dan pemahaman yang baik terhadap TUPOKSI jabatan dan SOP pelayanan pemerintahan.

4. Budaya atau kebiasaan memberikan terlalu banyak pekerjaan dan tanggung jawab kepada seseorang yang aktif dan berprestasi dan kurang percaya terhadap yang belum memperoleh kesempatan untuk aktif dan berprestasi. Pekerjaan tidak mempedomani alur tugas yang jelas, hanya mengedepankan factor kedekatan individu.

5. Budaya system famili dan koneksi yang dilingkungan aparatur pemerintah mengakibatkan pengangkatan pegawai dan pembinaan karier kurang memperhatikan profesionalisme dan prestasi. Budaya ini ditunjang lagi oleh kebiasaan berupa kecenderungan pilih kasih (like and dislike) dalam pembinaan dan pengembangan karier dan penempatan seorang pegawai. Kondisi ini harus segera ditiadakan mengingat semakin pesatnya, perkembangan ilmu dan teknologi yang memerlukan personil yang berkualitas dilingkungan aparatur pemerintah. Organisasi Pemerintah saat ini bukan lagi butuh pegawai secara kuantitas, namun butuh pegawai secara kualitas, pegawai yang mampu bekerja dengan baik, siap bertanggungjawab dan berdedikasi tinggi atas kemajuan organisasi pemerintah tersebut.

6. Budaya asal bapak senang (ABS) yaitu budaya didalam memberikan informasi/laporan kepada pimpinan dengan penuh rekayasa hal demikian dilakukan buasanya untuk menutupi kekurangan/kelemahan atau kegagalan dalam bekerja, tetapi juga karena rasa takut pada pimpinan dan sifat senang dipuji atau rasa kurang senang dikoreksi oleh atasannya. Budaya ini akan berakibat mempersulit pelaksanaan pengawasan dan pembinaan dan bimbingan dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja.

7. Budaya tidak senang diperiksa karena pengawasan cenderung bersifat mencari-cari kesalahan. Pengawasan hendaknya dikembangkan sebagai usaha membantu pihak yang diawasai untuk menyadari kekurangan dan kelemahannya disertai dorongan untuk memperbaiki melalui usaha sendiri. Setiap aparatur pemerintah hendaknya menyadari bahwa kegiatan pengawasan adalah pekerjaan yang rutin dan wajar yang tidak perlu ditakuti, perasaan takut dan tidak menyukai pengawasan itu hanya dapat dihindari jika setiap aparatur pemerintah mengembangkan kebiasaan bekerja sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berani karena benar takut karena salah.

Masih banyak budaya yang tersirat dalam adat istiadat, kebiasaan, hubungan kemasyarakatan dan lain-lain yang ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan kegiatan-kegiatan aparatur pemerintah.
0 komentar

Reformasi Birokrasi (Part 1)

Reformasi Birokrasi akan berdampak pada perubahan yang sangat signifikan terhadap lempeng-lempeng birokrasi yang mencakup kepada lemabag itu sendiri, sumber daya manusia dan aparatur didalamnya, ketatalaksanaan, akuntabilitas, control dan pengawasan, serta tujuan dari penyelenggaraan birokrasi itu sendiri yaitu pelayanan publik. Perubahan tersebut dilakukan untuk melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara tepat, cepat dan konsisten, guna menghasilkan manfaat sesuai diamanatkan dalam undang-undang. lebih jauh lagi berharap bahwa Reformasi Birokrasi harus diarahkan menuju perubahan yang lebih baik, dan kapan perlu menuju kesempurnaan sebagai sebuah cerminan yang bertolak belakang dengan Birokrasi masa lalu yang faktanya peran birokrasi saat itu sangat bobrok, arogan dan korup dan sangat jauh dari harapan.

Kenyataan ini, sesungguhnya menunjukan bagaimana dahulu Birokrasi Indonesia sangat tidak ideal, permusyawaratan satu warna, dan lain sebagainya yang kemudian disadarkan dengan kejatuhan Negara akibat dari akumulasi kebobrokannya yang berlatarbelakang korupsi.

Dalam kehidupan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat, birokrasi mempunyai peranan untuk mampu mengemban misi, menjalankan fungsi-fungsi kelembagaan, melaksanakan semua aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya di dalam negara,dengan tingkat efisiensi dan efektifitas yang semaksimal mungkin disertai dengan orientasi pelayanan dan bukan orientasi kekuasaan.

Jalannya Birokrasi tidak dapat dilepaskan dari kekuasaan. Sangat besar pengaruh kekuasaan dan politik sehingga mengakibatkan birokrasi itu sendiri tidak berjalan dengan baik dan profesional dan malahan mandul. Birokrasi dengan budaya organisasi yang dibangun didalamnya, cenderung lebih sibuk melayani sang penguasa, memperkaya dan memuja penguasa dan jauh dari menjalankan fungsi-fungsi utamanya sebagai pelayan masyarakat.

Ujung tombak Birokrasi adalah pelayanan dan dalam pelayanan publik, telah banyak diciptakan metode-metode pelayanan yang menjadi standar pelayanan publik, yang dalam metode-metode tersebut sangat mengharapkan pelayanan terhadap public dapat dilakukan dengan cepat, tepat, murah dan transparan, namun masih saja hal itu belum dapat terwujud. Upaya tersebut belum banyak dinikmati masyarakat, dikarenakan pelaksanaan sistem dan prosedur pelayanannya kurang efektif, efesien, berbelit-belit, lamban, tidak merespons kepentingan pelanggan/masyarakat yang ditimpakan kepada birokrasi. Semua ini merupakan cerminan bahwa kondisi birokrasi dewasa ini dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, masih belum sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat.

Ketidakpuasan terhadap kinerja pelayanan publik, dapat dilihat dari keengganan masyarakat berhubungan dengan birokrasi pemerintah atau dengan kata lain adanya kesan untuk sejauh mungkin menghindari birokrasi pemerintah. Fenomena kurang responsif, kurang informatif, kurang koordinasi, tidak mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat inefesiensi dan birokratis, merupakan kondisi pelayanan publik yang dirasakan oleh masyarakat selama ini. Hal ini disebabkan karena masih banyaknya peran Kementerian/Lembaga yang tumpang tindih, pemerintah yang dirasakan masih sentralistik, kurangnya infrastruktur, masih menguatnya budaya dilayani bukan melayani, transparansi biaya dan prosedur pelayanan yang belum jelas, serta sistem insentif/penghargaan dan sanksi belum maksimal.
0 komentar

Eksistensi Pemerintahan Nagari Bukan Pembangkang Otonomi Daerah


Sampai dengan tahun 1979 pemerintahan terendah di Sumatera Barat adalah nagari, dimana dalam historinya pemerintahan nagari telah ada sebelum kemerdekaan Indonesia. Dengan diberlakukannya Undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa, status nagari dihilangkan diganti dengan desa, dan beberapa jorong kemudian ditingkatkan statusnya menjadi desa. Kedudukan wali nagari juga dihapus dan administrasi pemerintahan dijalankan oleh para kepala desa. Namun sejak bergulirnya reformasi pemerintahan sehingga merubah arah pemerintahan menuju otonomi daerah, maka sejak pada tahun 2001, istilah "Nagari" kembali dimunculkan kepermukaan dan digunakan di provinsi Sumatera Barat.

Nagari pada awalnya dipimpin secara bersama oleh para penghulu atau datuk disebuah nagari, kemudian pada masa pemerintah Hindia-Belanda dipilih salah seorang dari para penghulu tersebut untuk menjadi wali nagari. Dalam menjalankan pemerintahannya, wali nagari dibantu oleh beberapa orang kepala jorong atau wali jorong, namun sekarang dibantu oleh sekretaris nagari (setnag) dan beberapa orang pegawai yang dapat saja berstatus pegawai negeri sipil (PNS) atau pegawai kontrak/honor yang bergantung dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing nagari tersebut. Wali nagari ini dipilih oleh anak nagari (penduduk nagari/masyarakat nagari) secara demokratis dalam pemilihan langsung untuk masa jabatan yang telah ditentukan. 

Dalam sebuah nagari dibentuk Kerapatan Adat Nagari, yakni lembaga yang beranggotakan Tungku Tigo Sajarangan yang merupakan perwakilan dari anak nagari yang terdiri dari Alim Ulama, Cadiak Pandai (kaum intelektual/terpelajar) dan Niniak Mamak para pemimpin suku dalam suatu nagari, sama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam sistem administrasi desa terdahulu. Keputusan keputusan penting yang akan diambil selalu dimusyawarahkan antara wali nagari dan Tungku Tigo Sajarangan di Balai Adat atau Balairung Sari Nagari.

Wali nagari dipilih oleh masyarakat dan untuk bekerja sama dengan masyarakat, itulah salah satu amanah dari Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari. Pemerintahan Nagari sebagai Pemerintahan terendah menjadi ujung tombak dan perpanjangan tangan dari pemerintahan Kabupaten. Pemerintahan Nagari yang digawangi oleh seolah pejabat yang dipilih langsung oleh masyarakatnya juga turut mensukseskan daerah dan masyarakatnya melalui program-program dan kegiatan dari pemerintahan diatasnya.

Pemerintahan nagari merupakan suatu struktur pemerintahan yang otonom, punya teritorial yang jelas dan menganut dan merujuk kepada adat sebagai pengatur tata kehidupan anggotanya, sistem ini kemudian disesuaikan dengan konstitusi yang berlaku di Indonesia, sekarang pemerintah provinsi Sumatera Barat menetapakan pemerintah nagari sebagai pengelola otonomi daerah terendah untuk daerah kabupaten mengantikan istilah pemerintah desa yang digunakan sebelumnya. Sedangkan untuk nagari yang berada pada sistem pemerintahan kota masih sebagai lembaga adat belum menjadi bagian dari struktur pemerintahan daerah.

Otonom tidak dapat ditafsirkan sepenuhnya karena sesuai pasal 4 BAB III peraturan ini bahwa keotonomannya tidak disamakan dengan Pemerintahan diatasnya, karena Pemerintahan Nagari diserahi urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota. Selain itu, Pemerintahan Nagari diserahi tugas pembantuan dan urusan Pemerintahan lainnya dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pemerintah nagari mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam pelaksanaan pembangunan yang bermuara kepada peningkatan ekonomi dan kesejahtraan rakyat. Untuk itu, Pemerintahan Nagari bekerja sejalan dengan arah kebijakan pemerintah diatasnya. Pemerintahan Nagari tidak seharusnya menjadikan keotonomannya menjadi kerajaan baru yang membuat warna berbeda, ranting rapuh dari Pemerintahan Kabupaten.

Seiring dengan perkembangannya saat ini Pemerintahan Nagari yang telah menjadi ukuran dari maju mundurnya sebuah pemerintahan daerah. Pemerintahan nagari menjadi ujung tombak pelayanan masyarakat, menjangkau sampai ke seluruh pelosok sehingga mempersingkat birokrasi.


Walinagari harus mengetahui segala permasalahan yang dihadapi masyarakat, pemerintahan nagari juga harus mampu membaca kebutuhan rakyat dibidang pembangunan yang bisa dipenuhi. yang tidak kalah pentingnya, walinagari juga merupakan perpanjangan tangan pemerintahan yang lebih tinggi dalam mengambil kebijakan pada penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di tengah masyarakat.

Berkaitan dengan itu, walinagari selaku seorang pemimpin yang didahulukan selangkah, ditinggikan seranting yang dipilih langsung oleh masyarakat, sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan.

Karena begitu beratnya tugas dan tanggungjawab yang dipikul, walinagari harus berupaya meningkatan pengetahuan dan wawasan, supaya mampu melaksanakan kepercayaan dan amanah yang diberikan rakyat dengan segenap kesanggupan dan kemampuan.

Sementara masyarakat diimbau merapatkan barisan dan menciptakan hubungan silaturrahim yang lebih harmonis. Karena dengan persatuan dan kesatuan yang kokoh serta kekompakan yang terjalin erat, tidak ada yang tidak bisa dikerjakan.

Disamping merapatkan barisan, masyarakat juga diimbau berperan aktif dalam peningkatan sumber daya manusia dan pengentasan kemiskinan, permasalahan kesehatan karena kedua hal itu merupakan permasalahan pokok yang sedang dihadapi dewasa ini
0 komentar

Sadari Arti Dirinya


Sebuah renungan..yg membuatku kembali tersenyum.


Disaat kamu ingin melepaskan seseorang..ingatlah pada saat kamu ingin mendapatkannya
Disaat kamu mulai tidak mencintainya...ingatlah saat pertama kamu jatuh cinta padanya
Disaat kamu mulai bosan dengannya...ingatlah selalu saat terindah bersamanya
 



Disaat kamu ingin menduakannya...bayangkan jika dia selalu setia
Saat kamu ingin membohonginya...ingatlah disaat dia jujur padamu
Maka kamu akan merasakan arti dia untukmu
Jangan sampai disaat dia sudah tidak disisimu,
Kamu baru menyadari semua arti dirinya untukmu

Yang indah hanya sementara
Yang abadi adalah kenangan
Yang ikhlas hanya dari hati
Yang tulus hanya dari sanubari
 

Tidak mudah mencari yang hilang
Tidak mudah mengejar impian
Namun yg lebih susah mempertahankan yg ada
Karena walaupun tergenggam bisa terlepas juga

Ingatlah pada pepatah,
"Jika kamu tidak memiliki apa yang kamu sukai, maka sukailah apa yang kamu miliki saat ini"

Belajar menerima apa adanya dan berpikir positif....
Hidup bagaikan mimpi, seindah apapun, begitu bangun semuanya sirna tak berbekas
Rumah mewah bagai istana, harta benda yang tak terhitung, kedudukan, dan jabatan yg luar biasa, namun...

Ketika nafas terakhir tiba, sebatang jarum pun tak bisa dibawa pergi
Sehelai benang pun tak bisa dimiliki
Apalagi yang mau diperebutkan
Apalagi yang mau disombongkan

Maka jalanilah hidup ini dengan keinsafan nurani
Jangan terlalu perhitungan
Jangan hanya mau menang sendiri
Jangan suka sakiti sesama apalagi terhadap mereka yang berjasa bagi kita
Belajarlah tiada hari tanpa kasih
Selalu berlapang dada dan mengalah

Hidup ceria, bebas leluasa...
Tak ada yang tak bisa di ikhlaskan....
Tak ada sakit hati yang tak bisa dimaafkan
Tak ada dendam yang tak bisa terhapus...
0 komentar

Si Buyuang Maolah Cewek




Kalua dari Cafe tampak dek Buyuang cewek rancak sedang duduak diateh motor.. Dibaehnyo dek Buyuang bapantun

Buyuang :
Ado Midun ado Kacak
Sikacak banyak tanyo
Eh adiak sabana rancak
Kalo buliah tau siapo namonyo?
( Gombal dimulai )

Cewek :
Didalam lubang ado gulo2
Dimakan dek ramo2
Abang ganteng pulo
Tapi apo lah arti sebuah namo
( Gombal pulo stek )

Buyuang :
Anak gadih diujuang batu
Pai mancari anak ikan
Jadih lah kalau baitu
Apo adiak alah makan?
( Cie ciee agiah Yuang )

Cewek :
Sakik kapalo raso karangkah
Sakiknyo duo pakan
Eh abang sabana gagah
Kebetulan denai alun makan
( Kesempatan mah hehe )

Buyuang :
Kautan baburu kandiak
Painyo hari rabu
Itu ndak kabara doh diak
Ko tambahnyo pulsa 50 ribu
( Lah ma ongeh lo haha )

Cewek :
Onde2 dalam toko
Onde2nyo basah mangambang
Ondee sabana elok abang ko
Mokasi banyak bang
( Lumayan untuak FB' an )

Buyuang :
Ramo2 dipungguang kandiak
Kalauik basalancar
Yo samo2 diak
Eh apo adiak lah punyo pacar ?
( Cieee nembak haha )

Cewek :
Ado buruang sedang tabang
Hinggok dilauik basilancar
Kalau itu tanyo abang
Jujur denai lun punyo pacar
( Ma agiah harapan )

Buyuang :
Kalauik basilancar
Sambia makan gulo2
Siaptu baco koran
Kalau adiak lun punyo pacar
Abang pun sedang jomblo
Mari kito pacaran
( Arok2 cameh ckckck )

Cewek :
Anai2 basilancar
Pulangnyo kasuliki
Denai memang ndak punyo pacar
Tapi denai lah BALAKI
( Mati lah ang haha )

Buyuang :
Paragede dimakan buruang dara
inggoknyo dibatang kaladi
Ondeeeee kuleraaaaaa
Mangecek lah dari tadi !!!
( Buyuang nangih guliang2.
0 komentar

BBM Langka di Sumatera Barat, Transportasi Lumpuh

Aksi unjuk rasa ratusan buruh Terminal Transit Bahan Bakar Minyak PT Pertamina di Teluk Kabung Kemarin berakibat langkanya BBM di sejumlah daerah. Suplai BBM yang biasanya dapat disalurkan ke berbagai SPBU di Sumatera Barat kini terhenti untuk sementara. Antrean kendaraan yang akan mengisi BBM tak lagi dapat dielakan di beberapa SPBU, itupun bagi SPBU yang masih memiliki cadangan BBM dihari sebelumnya.

Kelangkaan BBM sangat berimbas kepada banyak sector terutama sector transportasi yang sangat bergantung kepada tersedianya pasokan BBM. Banyak dari armada angkutan terutama angkutan umum tidak beroperasi karena takut tidak mendapatkan BBM. Apalagi armada angkutan yang melayani penumpang dengan jurusan antar daerah, mereka tidak berani mengambil resiko akan kehabisan BBM di tengah jalan dan menelantarkan penumpang mereka.

Salah seorang sopir angkutan umum jurusan bukittinggi-padang menyebutkan bahwa mereka tidak beroperasi hari ini karena ketidakadaan BBM di SPBU dan menerima resiko tidak adanya pemasukan bagi mereka untuk hari ini. Mereka juga telah membatalkan beberapa keberangkatan dari tadi pagi. Tentunya akan menjadi persoalan lain bagi para penumpang yang tidak dapat berangkat ke tempat tujuan mereka.

Saat ini SPBU di daerah-daerah masih menunggu kepastian dari Pertamina akan terpenuhinya kebutuhan Bahan Bakar Minyak yang akan disuplai ke daerah.
0 komentar

Panta Butuh Jalur Baru



Tingginya tingkat curah hujan di Sumatera Barat beberapa minggu belakang ini telah mengakibatkan rusaknya sejumlah ruas jalan. Hal ini diperparah dengan lagi dengan labilnya kontur tanah sehingga kerusakan jalan semakin cepat dan parah.

Bagi sebagian daerah seperti di Kecamatan Matur dan Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam lebih parah lagi dengan terjadinya longsor dan tanah yang amblas. Sebagian dinding tebing menalami longsor dan sebagian bahu jalan ada yang jatuh ke jurang. Disalah satu jalan di daerah Panta yang menghubungkan Kabupaten Agam dan Kota Bukittinggi yang juga menjadi jalan alternatif sejumlah ruas jalan amblas akibat longsoran tanah tebing yang menyangganya. Hal ini tentu sangat membahayakan pengguna jalan selain akan menyulitkan masyakarat untuk menempuh jalan menuju Kota Bukittinggi dan sebaliknya ke Kabupaten Agam.

Dari pantauan penulis, sejumlah personil Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Agam tengah berusaha dengan menggunakan beberapa unit alat berat untuk memperbaiki kondisi jalan dengan membabat sebagian dinding tebing guna memperlebar ruas jalan menjauhi jurang.  Mengerjaan masih akan dilakukan sampai nanti akan ditemukan kejelasan tentang penglihan jalan pada titik yang lebih aman.

0 komentar

Pemuda : Harapan Ibu Padamu



Sebuah negeri yang kaya raya pun tak luput dari berbagai persoalan, begitu jua dengan negara Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang, Negara Indonesia dapat dibilang negara yang masih muda, dengan penduduk yang begitu besar jelas suatu tantangan serius untuk dapat mensejahterakan rakyatnya. Para pemimpin Negara yang oleh rakyat kini dianggap telah kehilangan rasa tanggungjawabnya seakan hanya menjadikan kursikursi kekuasaan untuk dibagi-bagikan dan tak lebih sebagai sungai tempai mendulang kemakmuran mereka sendiri. Rakyat yang semakin hari kian putus asa, pupus harapan, luntur mimpinya untuk hidup lebih baik dan sejahtera. Penduduk Indonesia yang beraneka ragam mulai dari budaya, agama, suku bangsa dan lain sebagainya kini tak ubahnya seperti kambing dalam kandang harimau. Kambing yang siap dikorbankan dan lebih kejamnya akan menjadi tumbal atas kelaparan sang harimau Recehan tabungan rakyat digrogoti, menjadi koin karatan yang dibelanjakan untuk pembeli permen murahan. 

Perubahan kearah yang lebih baik masih terus diperjuangkan, mesti bak burung yang patah sayap orang-orang baik hati ini masih tetap terbang mencari rumput liar dan bijian untuk anak-anaknya. Dengan harapan anakanaknya ini dapat makan dan tumbuh besar. Wahai anak, sepatlah besar, kuat hati mu untuk tetap terus hidup “sebuah mimpi ibu”. 

Nah sekarang dia telah besar, siapakah dia,? Dialah pemuda, pemuda merupakan tonggak bangsa paling ampuh tajam dan terpercaya. Pemuda yang syarat akan inovasi, kreastivitas dan kepekaan sosial adalah asset penting bagi bangsa berkembang seperti Indonesia. Untuk itulah mahasiswa sebagai agen of change (Agen Perubahan) yang diharapkan mampu membawa perubahan lebih baik bagi Indonesia. Menjadikan Indonesia kelak mampu sejajar dengan negara lainnya, tanpa harus memaksakan diri untuk sejajar seperti saat ini. 

Dengan memanfa’atkan kekayaan bangsa dan daya pikir yang tajam serta kritis, mahasiswa dapat dipercaya sebagai agen of change. Mahasiswa adalah intelektual muda, dalam sejarahnya mahasiswa mampu untuk membawa perubahan pada Indonesia dari orde baru ke reformasi. Mahasiswa memiliki gejolak dan semangat luarbiasa membuat mereka berani untuk keluar dari belenggu yang mengikat 

Dalam kehidupan ini, mahasiswa yang kritis dan peka terhadap lingkungan selalu tanggap dan sadar apabila terjadi gejolak atau perubahan pada masyarakat. Dengan rasa peduli dan sikap sosialisnya, mahasiswapun dapat untuk menjaga kestabilan sosial. Peran mahasiswa sebaga social control tentu tidak main-main, seperti misal apabila dalam suatu kawasan yang masyarakatnya sedang dalam konflik atau dalam gunjang-ganjing persoalan baik intern atau ekstern, dan pada sa’at itu pula mahasiswa terjun langsung dalam kawasan tersebut, secara naluriah, mahasiswa yang notabene memiliki cara pandang objektif dan idealis realistis lebih mudah menyelesaikan suatu konflik daripada masyarakat intern itu sendiri yang mungkin diselimuti ego subjektif masing-masing. Suatu demonstrasi juga merupakan aksi mahasiswa sebagai bentuk social control apabila dalam pengambilan putusan pemerintahan terdapat ketidaksesuaian dengan kondisi masyarakat. Tentulah mahasiswa besar kaitannya sebagai social control. 

Namun sayang, mahasiswa kita sering kebablasan. Mahasiswa acapkali lupa diri. Seringkalii mereka bertindak layaknya seorang mahasiswa. Aksiaksi demonstrasi yang sering beakhir dngan kerusuhan, tidak mendapatkan hasil dan malah cenderung cai penyakit, korban jiwa. Banyak nyawa yang melayang siasia. Tak perlu anda membantah bahwa mahasiswa sekarang adalah mahasiswa brutal. Mahasiswa sering terlibat dalam perkelahian yang lucunya bahwa perkelahian ini terjadi sesama mahasiswa, dengan sebab yang spele. Ada apa dengan mereka. Mungkin mereka sering bolos, dan ke kampus cuma buat nongkrong nongkrong saja. 

Mahasiswa sebagai pemuda bangsa yang seharusnya berbekal dengan berbagai macam keunggulan mampu menjaga keadaan dari hal-hal spele seperti itu. Terlalu mahal uang yang dikeluarkan orangtua mu kalau bisanya Cuma tawura, bikin rusuh, nyoba-nyoba narkoba. Negara ini butuh pemuda yangpenuh inovasi dan membawa kearah perubahan, menaburkan benih kepemimpinan yang unggul. Melanjutkan apa yang sudah ada untuk terus dijalankan. Ketersediaan pemimpin suatu Negara tergantung dari pemuda-pemudinya. Saatnya mahasiswa sebagai pemuda bangsa berbuat lebih baik untuk tanah air ini. Jadilah pemuda indonesia yang membawa perubahan kearah yang paling baik untuk negara ini.. 






0 komentar

Jabatan : Antara Sorga dan Neraka

Apa yang terbayangkan bagi kita sesaat kita mendapatkan jabatan. Salah satunya bingung dan banyak juga diantaranya membusungkan dada. Jabatan akan meninggikan seseorang dalam pandangan Allah dan manusia dan sebaliknya jabatan akan meruntuhkan seseorang dimata Allah dan manusia dan menjuruskan manusia dekat dengan kesengsaraan dan neraka. Jabatan sebagai amanah dan musibah perlu kita sikapi dengan baik.

Sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Dzar RA Ia berkata “saya bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberi jabatan kepadaku? Maka beliau menepak bahuku, kemudian bersabda, ‘Wahai Abu Dzar, sungguh kamu seorang yang lemah, sedangkan jabatan adalah suatu kepercayaan, yang pada hari kiamat merupakan suatu kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi pejabat yang dapat memanfaatkan hak dan menunaikan dengan sebaik-baiknya. (HR. Muslim)

Pelajaran yang dapat kita ambil dari hadis Rasulullah di atas bahwasanya digambarkan kepada kita bagaimana cintanya Rasulullah kepada para sahabat-sahabatnya dan umatnya. Beliau tidak ingin para sahabat dan umatnya terjerumus ke dalam jurang keaniayaan. Beliau menginginkan semua sahabat-sahabat dan umatnya selamat dan sejahtera baik dunia maupun akhirat. Cintanya Rasulullah kepada para sahabat dan umatnya seperti cintanya beliau kepada dirinya sendiri.

Seorang pejabat adalah seorang yang mampu menempatkan sesuatu secara professional, dengan baik, memiliki visi ke depan tidak hanya kepentingan sesaat, pendek dan semu, mampu menunaikan kewajiban dan hak dengan sebaik-baiknya dan mapu berpikir jauh ke depan tidak hanya memikirkan dunia namun sampai jauh ke depan memikirkan negeri akhirat.

Hadis tersebut diatas mewanti-wanti kepada kita umat islam khususnya bagi kita yang memegang jabatan atau kekuasaan bahwa sesungguhnya jabatan adalah amanah, Amanah dari Allah dan juga amanah dari orang lain.

Prof. Dr. Quraish Shihab dalam tafsirnya al Misbah mengartikan ‘Amanah adalah sesuatu yang di serahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan bila tiba saatnya atau bila di minta oleh pemiliknya. Amanah adalah lawan dari khianat. Ia tidak di berikan kecuali kepada orang yang di nilai oleh pemberinya dapat memelihara dengan baik apa yang di berikannya itu.

Agama mengajarkan bahwa amanat / kepercayaan adalah asas keimanan. Berdasarkan sabda Nabi SAW, “ Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah.” Selanjutnya, Amanah yang merupakan lawan dari khianat adalah sendi utama interaksi. Amanah tersebut membutuhkan kepercayaan, dan kepercayaan itu melahirkan ketenangan batin yang selanjutnyamelahirkan keyakinan.

Jabatan dan kekuasaan adalah amanah dari rakyat, karena selain atas izin Allah, seorang bisa menjadi pemimpin / penguasa pasti melibatkan andil besar dari rakyatnya, apalagi dalam konteks kenegaraan seperti negara Indonesia yang dalam lima tahun sekali rakyat Indonesia memilih secara langsung para pengemban amanah.

Hadis diatas juga mengingatkan kepada kita terutama yang diberi kepercayaan untuk mengemban amanat. Bahwa siapa saja yang menyia-nyiakan dan mengkhianati amanah akan mendapatkan malapetaka, kehinaan dan penyesalan yang besar tidak hanya di dunia bahkan sampai ke negeri akhirat.

Bagi pemimpin yang menggunakan jabatannya secara adil dan bijaksana, yang senantiasa mencintai dan dicintai rakyatnya serta mendahulukan kepentingan rakyat dan bangsanya diatas kepentingan pribadi, keluarga, partai / kelompoknya akan mendapatkan tempat yang terhormat disisi Allah SWT, dia akan mendapat pertolongan dan perlindungan dari Allah SWT saat tidak ada satu pun yang bisa melindung kecuali Dia, dan maka akan semakin tinggi jua derajatnya dimata rakyatnya.

Tentu saja untuk mendapatkan predikat sebagai pemimpin atau pejabat yang adil tidaklah mudah. Perlu perjuangan, pengorbanan, dan keikhlasan, dengan kesungguhna hati dan kesabaran. Dan itu bisa dimulai dari hal-hal yang mendasar. Salah satunya adalah dia harus tahu betul apa saja yang menjadi hak-hak dan kewajibannya kemudian ia memanfaatkan dan menunaikan semua hak dan kewajiban itu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulnya.

http://www.nuansaislam.com
0 komentar

Ukuran Tidak Menentukan

Ukuran tidak dapat dijadikan patokan untuk kemampuan dan kehebatannya. Sebut saja dia sikecil cabe rawit. Memang cabe rawit memang pedas. Namun, teman dalam setiap gigitan gorengan tahu dan tempe ini memiliki banyak khasiat pengobatan. Bukan Cuma untuk rematik, radang beku atau frostbite yang sering terjadi di daerah ketinggian atau bersalju itu pun bisa diatasi.

Cabe rawit kadang ditanam orang di pekarangan rumah sebagai tanaman sayur atau sering tumbuh liar dan terlantar. Tanaman yang berasal dari daerah Amerika tropis, tumbuh di daerah kering, pada ketinggian 0,5-1.250 m di atas permukaan laut. Buahnya digunakan orang sebagai campuran, bumbu masak, acar Tanaman dengan nama Latin Capsicum frutescens ini terdiri atas tiga varietas. Pertama, cengek leutik berbuah kecil, berwarna hijau, dan berdiri tegak pada tangkainya. Kedua, jenis cengek domba (cengek bodas) berbuah lebih besar dari cengek leutik, berwarna putih, dan menjadi jingga pada saat masak. Ketiga, ceplik berbuah besar, berwarna hijau, dan menjadi merah pada saat tua.

Tanaman bernama Cina La jiao ini mempunyai rasa pedas, sifatnya panas, dan masuk dalam meridian jantung dan pankreas. Di dalam buah cabe rawit terkandung kapsaisin, kapsantin, karotenoid, alkaloid atsiri, resin, minyak menguap, serta vitamin A dan C. Kapsaisin memberikan rasa pedas pada cabe, berkhasiat melancarkan aliran darah serta sebagai pemati rasa kulit.

Biji tanaman bernama daerah lombok jempling (Madura), cabe rawit (Jawa), leudeu jarum (Gayo), rica halus (Manado), metrek wakfoh (Papua), lado kutu (Minang) mengandung solanine, solamidine, solamargine, solasodine, solasomine, dan steroid saponin (kapsisidin). Kandungan terakhir ini berkhasiat sebagai antibiotik.
Saat disantap, rasa pedas di lidah dapat menimbulkan rangsangan ke otak untuk mengeluarkan endorfin (opiate endogen). Hasilnya, rasa sakit hilang dan timbul perasaan lebih sehat. Pada sistem reproduksi, sifatnya yang panas dapat mengurangi rasa tegang dan sakit akibat sirkulasi darah yang buruk.

Cabe rawit diketahui memiliki khasiat mengurangi terjadinya penggumpalan darah (trombosis) dan menurunkan kadar kolestrol. Satu hal lagi, banyaknya kandungan zat antioksidan (seperti vitamin C dan betakaroten), dapat digunakan untuk mengatasi ketidaksuburan (infertilitas), afrodisiak, dan memperlambat proses penuaan.

Cabe rawit indikasinya juga digunakan untuk menambah nafsu makan, menormalkan kembali kaki dan tangan yang lemas, melegakan rasa hidung tersumbat pada sinusitis, mengurangi batuk berdahak, dan meredakan migrain. Yang lebih penting, kalau ngga pedas ngga enak.

http:// kompas.com
0 komentar

Retorika Belaka



Dan bukankah semua orang akan bertindak berdasarkan situasional sayang??? 

Jadi artinya, hanya mereka yang ada dalam situasi tersebutlah yang benar-benar paham 

serta mengerti mengenai apa-apa yang harus serta mesti dilakukannya.

Walaupun kita sebagai mahkluk sosial tidak dapat memungkiri kebutuhan akan orang lain sebagai referensi dalam membuat keputusan.

>>> Dan lagi-lagi termenung menyaksikan kenihilan dalam berbagai ragam retorika.




by: Septria Yanto
0 komentar

Rumah Kelahiran Bung Hatta tak Populer Bagi Masyarakat Bukittinggi


Siapa yang tak kenal dengan sosok seorang Bung Hatta. Bapak Proklamator yang juga populer disebut sebagai Bapak Koperasi Indonesia lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Bung Hatta lahir disebuah rumah sederhana yang sekarang beralamat di Jl Jalan Soekarno-Hatta No 37, Kecamatan Guguh Panjang, Kota Bukittinggi dan dijadikan Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta oleh Pemerintah Kota Bukittinggi.. Rumah yang sekarang menjadi Museum Kelahiran Proklamator Bung Hatta menjadi tempat yang dahulunya beliau habiskan untuk masa kecilnya.

Rumah Kelahiran Bung Hatta dibangun diatas lahan seluas 799 meter bujur sangkar dengan luas bangunan 444 meter bujur sangkar yang terdiri dari dua lantai. Konon rumah itu dibangun pada tahun 1860 dan telah direnovasi satu kali pada tahun 1995, karena ketika itu material dari bangunan rumah tersebut telah banyak dimakan rayab karena terbuat dari material kayu yang cenderung akan mengalami keropos. Rumah ini memang direnovasi tapi tidak mengubah bentuk aslinya Terdapat sekitar 6.000 buah buku bacaan Bung Hatta dan contoh pidato beliau yang dipajangkan. Pada dinding-dinding rumah juga dipamerkan koleksi foto-foto dan lukisan Bung Hatta.

Tidaklah sulit menemukan rumah kelahiran Bung Hatta, karena rumah yang masih berada di kawasan Pasar Bawah Kota Bukitting­gi dan bisa ditempuh melalui Jalan Pasar Atas, Pasar Banto, Pasar Bawah maupun dari arah Mandi­angin Kota Bukittinggi.

Begitu besarnya sosok seorang Bung Hatta dengan jejak-jejak sejarah yang ditinggalkan yang telah mendunia, namun belum cukup populer bagi masyarakat Kota Bukittinggi sendiri. Masyarakat hanya mengenal sosok Bung Hatta sebagai bapak Prolklamator saja, tidak lebih. Hal ini tampak dari pengamatan penulis terhadap kunjungan masyarakat ke Rumah Kelahiran Bung Hatta. Rumah Kelahiran Bung Hatta seringkali tampak kosong, hanya diisi oleh petugas penjaga dan beberapa orang petugas kebersihan saja. Hal serupa juga tidak berobah pada hari-hari libur, tingkat kunjungan tidak meningkat. ("Ambo se alun pernah masuak ka rumah bung Hatta") "Saya saja belum pernah masuk ke rumah bung Hatta" ucap seorang warga Bukittinggi yang berdomisili di sekitar Rumah Kelahiran Bung Hatta.

Memang lokasi-lokasi wisata budaya ataupun wisata museum saat ini mulai ditinggalkan. masyarakat cenderung untuk berwisata ke wahana-wahana wisata yang menawarkan pemandangan, permainan atau makanan saja. tidak dapat ditampik bahwa wisata tersebut lebih menawarkan hiburan dan kesenangan bagi pengunjungnya. Selain itu masih banyak yang menyebabkan wisata museum ditinggalkan pengunjungnya. Selayaknya wisata museum dapat dimasukkan dalam kegiatan muatan lokal di sekolah-sekolah, sebuah potensi sebenarnya bagi daerah seperti Kota Bukittinggi dan daerah lainnya di Sumatera Barat memanfaatkan begitu banyaknya museum yang ada. Selain akan meramaikan museum dengan akan meningkatkan income bagi daerah juga akan menumbuhkan rasa bangga terhadap negeri sendiri bagi pengunjungnya/pelajar dengan ilmu dan pengalaman yang dpamerkan di muaseum.

Sulit memang membendung arus globalisasi. Namun sebagai Putra bangsa saatnya untuk mandiri dengan ikut mempertahankan eksistensi bangsa. Salah satunya dengan belajar dari sejarah dan jejak-jejaknya. Jangan sampai globalisasi yang menjadi badai yang menggoyahkan ideologi dan budaya bangsa. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya”. Sederhana namun besar tanggungjawab kita atas hal tersebut.
0 komentar

Buruh Lakukan Unjuk Rasa Di Terminal Transit BBM Teluk Kabung


Kama kami mangadu lai pak? Kama kami mancari makan pak? (Kemana kami mengadu lagi pak?, Menuntut akan kenaikan upah kerja dan pengembalian rekan-rekan kerja yang dipecat sebelumnya, Ratusan Pekerja pada Terminal Transit Bahan Bakar Minyak (BBM) PT. Pertamina Taluak Kabuang berdemonstrasi di depan terminal Transit BBM tersebut. Aksi yang berlangsung mulai pagi kisaran pukul 9.30 Wib hingga sore hari nya sekitar pukul 15.00. Mereka menunutu kenaikan upah serta dikembalikannya rekan-rekan kerja mereka yang telah dipecat sebelumnya. Mereka juga mengeluhkan tidak adanya perhatian dari Pihak Perusahaan terhadap mereka sebagai putra daerah yang telah lama bekerja di perusahaan tersebut.

Aksi Buruh yang menamakan diri sebagai syahbandar dibanjiri dalam rombongan massa yang menuntut hak atas kerja mereka selama ini kepada perusahaan milik negara tersebut, mengakibatkan arus lalin Padang-Pesisir Selatan pun mengalami kemacetan.

Kama kami ka mancari makan lai pak? Kama kami ka mangadu lai pak? (Kemana kami akan mencari makan lagi pak? Kemana kami akan mengadu lagi pak?), Itulah suara yang terdengar di PT. Pertamina Bungus sore kemaren. Sementara, kaca-kaca kantor juga sempat dirusak oleh para buruh dan berserakan, akibat telah berjam-jam berada di depan terminal, dimana pimpinan PT. Pertamina yang diharapkan oleh massa bisa muncul kiranya tak jua kunjung datang menghampiri para buruh, sehingga massa berupaya merusak pagar terminal transit BBM milik PT. Pertamina Teluk Kabung, Bungus. Setelah berhasil menjebol pagar, massa kemudian dihalau oleh pihak keamanan dari Polresta Padang agar tidak merusak kantor. Sebagai antisipasi melubernya dari aksi unjuk rasa ini kearah yang lebih anarki, pihak kepolisian mendatangkan sedikitnya dua kendaraan meriam air ke Terminal Transit Bahan Bakar Minyak PT Pertamina di kawasan Teluk Kabung.

Akibat dari pemblokiran yang terjadi, pasokan BBM ke hamper seluruh SPBU di Sumatera Barat tidak dapat dilakukan. Banyak SPBU yang mengalami kekosongan stok BBM. "Kami terpaksa beli bensin ketengan seharga Rp.7.000 karena di SPBU bensin habis, imbuh seorang warga pengguna kendaraan bermotor.
0 komentar

REPORT OF KNOWLEDGE


REPORT OF KNOWLEDGE
oleh Budi Sp Indrajati pada 18 April 2010 pukul 13:35 ·

Adanya hukum alam (natural law) diacu untuk hukum budaya (cultural law) ataupun hukum peradaban (civilization law) untuk tetap berada pada hukum ke-Tuhanan (lex suprema dei),termasuk salah satunya adalah hukum agama (religusitas),yang dapat saja bukan berarti dapat dikatakan hukum manusia (human law),hukum alam dan bahkan bukan hukum Tuhan itu sendiri karena adanya suatu hukum tak berarti bahwa hukum tersebut sepenuhnya mengacu pada hukum Tuhan sebagai sebuah kebebasan dari kehendak diriNya,dalam dinamika perkembangan masyarakat,secara definitif (in definitum) apa yang disebut dengan kejahatan (kriminalitas) dalam perspektif filsafat kriminal (criminal philosophy) adalah sebuah kehendak (niat) baik disadari ataupun tidak disadari ada pada sebuah motif (motive) ataupun tindakan (n’ach) yang dapat dianggap oleh eksistensi yang lain (alter ego) ataupun dirinya sendiri (selbs) sebagai sebuah negativitas dengan segala kenisbian (relativitas) dari sebuah kontrak sosial (social contract) yang dapat memberikan anggapan awali (presumsi) adanya sebuah penyimpangan (perverse) yang mengganggu hubungan harmoni antara manusia,alam dan Tuhan sebagai suatu lahan negativitas atas sebuah keberadaan apapun.

Adapun apa yang dimaksud dengan negativitas (kisi negatif) adalah tak hanya menyangkut nilai (value) yang ada pada hukum manapun semata,namun juga makna dari adanya niat (kehendak) dari subjek yang tak hanya menyangkut sebuah perilaku atau tindakan (handeling) namun seluruh kegiatan indrawiah fungsionalitas manusia pada umumnya yang menyangkut aspek kebenaran (bonum) )atau kesalahan (malum) dalam nilai keutamaan (hukum) serta menyangkut keburukan (evil) serta kebaikan (good) dalam makna kepantasan (norma),keduanya yaitu kepantasan dan keutamaan diacu tak hanya oleh hukum pemerintahan (govermental law) ataupun hukum masyarakat (social law),namun juga adalah hukum yang ada pada sebuah negara (state law) yang tak lepas dari nilai serta makna (meaning) dari alam dan manusia bagi suatu fungsionalitas ke-Tuhanan (religiusitas).

Bahwa setiap segala sesuatu tak lepas dari hukum Tuhan (kehendak),hukum alam (kodrat) dan juga hukum manusia (takdir),dan bahwa sesuatu dianggap kejahatan (kriminalitas) ketika suatu naturalitas,kebudayaan dan struktur yang ada memberikan legitimasi (legitimate) atas adanya penyebab (causa) ataupun akibat dari sebuah aktivitas disharmoni antara hubungan atas ketiganya,terutama karena adanya subjek eksistensial yang melakukan penyimpangan (subverse) atas salah satu hukum (law) yang menyangkut ketiganya,keduanya ataupun salah satu diantaranya sehingga hal tersebut tak hanya memberikan dampak (sanksi) bagi manusia semata,namun juga alam serta Tuhan (prima esse) sebagai Pencipta adanya hukum awal dari kebebasan diriNya dalam berkehendak untuk memberikan kebebasan yang sama (equal freedom) pada manusia untuk memaknai dan menilai setiap apa yang pantas (kepantasan) ataupun utama (keutamaan) dalam menciptakan,memelihara ataupun menghancurkan hubungan Tuhan dengan alam serta hubungan antar manusia itu sendiri,terutama sebagai subjek yang mengantarai hubungan alam serta Tuhan pada sebuah negara (state) ataupun suatu masyarakat (society) dan hukum (law) ataupun norma (mores) sebagai representasi hukum Tuhan pada alam dan hukum manusia pada aras keduniaan (l’monde).

Dalam sudut pandang filsafat kriminal (criminal philosophy),apa yang disebut sebuah kejahatan (criminality) adalah bahwa apabila kebebasan apapun (freedom) bersinggungan dengan moralitas dan nurani serta etika yang menjadi titik temu (intermediasi) atas berbagai kategorisasi berbagai ragam hukum yang ada dimana hukum manapun mestinya tetap senantiasa mengacu pada ketiganya sebagai sebuah landasan struktural (berjenjang) dalam memahami kepatutan (kepantasan) dan kepatuhan (keutamaan) manusia dalam menyadari dirinya sebagai mahluk hukum (subjek hukum) yang tak lepas dari keterkaitan (determinitas) dari sebuah sistem hukum pada suatu kondisi struktural yang terciptakan karena sebuah kehendak (niat) awali Tuhan,kehendak Tuhan adalah hukum Tuhan atas segala apa yang senantiasa diciptakan oleh kebebasan (nibbana) yang ada pada diriNya sebagai sebuah kekuasaan yang telak (absolude power) atas segala apapun yang terciptakan oleh kehendak diriNya,Tuhan dan hukum Tuhan (God laws) adalah sebuah kuasa otoritas (kompetensi) yang berkebebasan dalam keabadian (perenialitas) absoluditasNya yang agung dalam menciptakan berbagai hukum yang ada setelahnya dengan berbagai nilai,makna serta fungsi (function) yang ada pada hukum yang mengacu padaNya dan menjadi bagian dari sebuah struktur dari suatu bagian kuasa hukum ke-Tuhanan.

Masyarakat adalah sub-materi dari kajian ilmu pengetahuan dalam sosiologi,kondisi masyarakat kekinian dan yang akan datang dibahas dalam sosiologi yang sama sekali berbeda dengan antropologi yang lebih menitikberatkan kajian materi pada masyarakat sebelum sekarang,masyarakat sebelum sekarang dipelajari melalui kebudayaan (arche) yang ada pada masyarakat tersebut dan juga masyarakat kekinian,sedangkan masyarakat yang akan datang dipelajari melalui peradaban (tecne) yang ada pada masyarakat kekinian yang tak lepas pada suatu ruang antara (distingsi) dari apa sebagaimana yang pernah diungkapkan Martin Heidegger,adalah ruang (sein) dan waktu (zeit) yang ada pada sejarah lampau,kini ataupun juga nanti yang juga akan menjadi sejarah dimana peradaban menjadi usang (lapuk) serta menjadi kebudayaan (culture) sementara dinamika masyarakat berjalan terus bersama peradaban (civillization),dan sekaligus sebagai sebuah kondisi dari sebuah masyarakat dan terlebih manusia yang juga adalah merupakan individu,mahluk budaya,mahluk peradaban serta mahluk sosial yang tak lepas dari filsafat (philosophia) dan kejahatan (criminalitas) dalam kehidupan dirinya dan dunianya (lebenswelt),maka adanya kajian mengenai sosiologi kejahatan (sociology of crime) lemudian menitikberatkan pada korespondensi (causaliteit) antara kejahatan (criminality) dengan masyarakat atau sebaliknya masyarakat (society) dengan kejahatan sebagai sebuah hubungan sebab-akibat.

Bahwa dimana ada manusia disana ada kejahatan adalah sama dan sebangun kalimat dengan dimana ada masyarakat disana kejahatan (kriminalitas) ada karena manusia sebagai individu tak lepas dari sebuah masyarakat dengan segala kemungkinan negatif (negativa probabilia) dari sebuah perspektif penilaian (aksiologi) atau pemaknaan (hermenetika) dari masyarakat atas berbagai tindakan sosial (social behavior),yang salah satunya adalah kejahatan (evil) dimana hukum Tuhan ada bagi hukum yang lain yang ada di bawahnya sebagaimana juga sanksi sebagai suatu akibat dari sebuah kehendak (will) ataupun niat,dengan mengkaitkan apa yang diungkapkan oleh seorang pakar sosiologi Amerika,George Ritzer mengenai pandangan kontruksi sosial ganda (multiparadigmatik) dalam sosiologi menyangkut adanya kemungkinan seseorang (yang liyan) dalam melakukan sebuah kejahatan,maka kemudian dapat diacu dengan perspektif moralitas dari Adam Smith bahwa melihat kepantasan (kepatutan) sebagai sebuah realitas (das sein) tak lepas dari masyarakat dan individu,sedangkan keutamaan sebagai sebuah harapan (das sollen) yang ada pada diri individu (organisme) dan masyarakat (organ) adalah sebagai sebuah keseimbangan (harmonium).

Dengan kata lain apa yang menjadi harapan individu (hope) adalah juga semestinya menjadi harapan dari sebuah masyarakat,namun hal ini cukup sulit untuk diraih dalam kondisi yang cenderung antinomi (anomial),dimana sebuah kondisi yang dapat juga dikatakan sebagai sebuah kondisi disaat individu dan masyarakat sama-sama mengalami sebuah krisis legitimasi (legitimation of crisis) dimana hukum masyarakat (norm) dan hukum pemerintahan (recht) diletakkan secara tiada berimbang (tak proporsional) dalam sebuah hukum negara (staatrecth),apa yang merupakan kenyataan masyarakat semestinya juga adalah kenyataan sosial (social reality) yang ada pada sebuah masyarakat bahwa hal yang pantas menjadi hal yang utama sebagaimana hal yang utama menjadi hal yang pantas (patut) sebagai sebuah equilibriasi (harmoni) dalam pemenuhan harapan (utopianitas) ataupun sebuah kenyataan (ideologial),yang mana dalam kontruksi Freudian hal ini kemudian terkait pada sebuah prinsip kenyataan (principe of reality) serta prinsip kenikmatan (pleasure principe) tak hanya bagi individu,namun juga bagi sebuah masyarakat dimana manusia distatuskan pada kondisi dirinya sebagai mahluk individual atau juga adalah sebagai mahluk sosial dalam sebuah kompromi sosial (kontrak sosial) yang melahirkan adanya kesesuaian (kelarasan) antara hukum pemerintahan (govermental state) dengan hukum masyarakat (social norm) dalam membentuk sebuah negara melalui hukum negara. (state law)

Dan bahwa setiap apapun yang menyangkut ketidakseimbangan antara harapan dan kenyataan baik yang ada pada ranah individu ataupun ranah sosial,kerap akan berakibat kekecewaan yang kemudian menjadi cikal (ontos) dari adanya pelanggaran hukum (onrechtmatig),terutama adalah sebuah kejahatan (dad),kejaharan kemudian dapat dikatakan muncul dari adanya suasana (stimmung) atau kondisi yang disharmoni (anomia) dan karena adanya sebuah kondisi manusia (human condition) ketika kebanyakan manusia mengalami sebuah krisis legitimasi,terutama ketika dihadapkan pada konsep legitimasi dari kaum Weberian,yaitu legitimasi sosial (social legitimation),legitimasi politik (legitimation of politic) serta legitimasi hukum (legitimation of law) serta adanya sebuah kekuasaan (power) dari sebuah kharisma legitimatif (legitimasi kharismatik) baik dalam pemerintahan,masyarakat ataupun juga adalah sebuah negara (staat),kondisi anomi atau krisis legitimasi juga muncul ketika sebuah masyarakat dihadapkan pada sebuah kekuatan hegemoni dari sebuah struktur pemerintahan ataupun sebuah struktur yang ada pada sebuah masyarakat,dimana kemudian negara (state) dihadapkan pada sebuah tugas keadilan yang distribusional tanpa melakukan hegemoni atas keduanya melalui penerapan (aplikasi) aturan hukum negara yang diadaptasikan dari hukum pemerintahan dan masyarakat pada sebuah strukturalitas sistemik yang ada pada ketiganya.

Kejahatan dalam suatu masyarakat (kriminalitas sosial),secara sosiologis timbul karena sebuah kekecewaaan dari sebuah kondisi antinomi (anomi) yang menyebabkan adanya sebuah krisis legitimasi karena kepincangan (ressentiment) antara apa yang menjadi kenyataan (reality) dengan apa yang menjadi sebuah harapan (hope),terutama ketika individu dan masyarakat menjadi sebuah kesatuan yang integral (totalitas) dimana kenikmatan (pleasure) dan kenyataan (reality) adalah sebuah motif dan sekaligus tujuan yang menyatu dalam sebuah negara yang sarat dengan idelogi (sein) dan utopianitas (sollen) yang ada,hal ini tak hanya dalam sebuah pemerintahan semata,namun juga adalah pada sebuah masyarakat yang terkait pada keduanya dalam,seperti yang dikatakan Antonio Gramschi sebagai satu kesatuan,yaitu masyarakat (society),pemerintahan (goverment) dan negara (state),negara kemudian mesti memposisikan individu sederajat (equal) dengan warga negara (citizen),sebagaimana masyarakat adalah sebuah kesetaraan (kesederajatan) dengan pemerintahan,namun hal ini bukan sesuatu yang dapat ajeg (absolud) begitu saja bilamana mahluk sosial dan mahluk individu dalam sebuah kerangka pemerintahan dan masyarakat dalam sebuah negara dihadapkan pada perbedaan yang unik menyangkut hak individu serta warga negara sebagai sebuah kesamaan hak asasi.

Kemudian kejahatan dan pelanggaran hukum mesti dihadapkan pada apa yang dinamakan sebagai sebuah hak mendasar yang asasi (human right),hingga kemudian hukum negara dihadapkan kembali pada krisis legitimasi berikut ketika pemerintahan dan masyarakat telah memberikan legitimasi atas negara dalam sebuah pembagian kekuasaan struktural (distribution of labour),negara dan hukum negara (staat recth) kemudian dihadapkan pada hukum internasional (international law) dan globalisasi (postmodernity) yang berkaitan dengan kepentingan politik dan ekonomi ketimbang harmoni sosial antar negara dengan pemerintahan yang ada,individu,warga negara,pemerintahan dan masyarakat serta negara dihadapkan pada sebuah narasi besar (grand narrative) yang berkaitan dengan hak asasi manusia dengan beragam keunikan (ideosinkretisitas) yang ada pada dirinya,sementara tak ada hukum atau norma manapun yang dapat mencapai keunikan manusia selain justru apa yang merupakan bukan hukum,namun menjadi sumber bagi adanya hukum yang berkaitan dengan moralitas manusia,hati nurani serta ruang etika yang ada sebelumnya pada sejarah dan kebudayaan (arche) dimana hukum alam (noumenalitas) mendominasi kehidupan manusia ketimbang segala fenomena yang ada pada peradaban kekinian dan nanti.

Bahwa hukum senantiasa ada karena hukum sebelumnya demikian juga akibat dan sanksi atas hukum,namun naluri manusia (human instink) kemudian memungkinan manusia untuk mencari ruang lengah (horror vakui) dalam melakukan sebuah kejahatan yang ada di luar koridor dari yang ada pada sejarah dan hukum,manusia sebagai subjek hukum dan hukum lalu dihadapkan pada ketertinggalan dirinya atas sebuah perkembangan dinamika kejahatan (criminal dinamic) dimana krisis legitimasi dan anomi kembali terjadi lagi sebagai sebuah sirkulasi yang senantiasa bergulir maju,dengan demikian dapat dikatakan bahwa kejahatan dan juga pelanggaran hukum terjadi karena adanya ketidakseimbangan (anomi) yang diikuti oleh sebuah krisis legitimasi yang ada pada sebuah pemerintahan ataupun juga dalam sebuah masyarakat anomi (naif) yang diikuti anomi lain menimbulkan sebuah dialektika krisis legitimasi (legitimation of crisis) yang menumpuk yang memungkinkan kejahatan (dad) menjadi bukan sebuah pelanggaran hukum (onrecthmatig) apalagi ketika hukum dan sanksi tak ada sementara tingkat kejahatan semakin tinggi dan sekaligus semakin maju dalam puspa ragam yang dinamis dan semakin jauh dari hukum alam dan esensialitas manusiawi (culture) yang menyangkut kodrat,takdir serta nasib dari sebuah humanitas (kemanusiaan) dalam ranah manapun (medan),termasuk manusia dalam percepatan peradaban dan teknologi (techne) yang salah satunya adalah berbagai spasi kemayaan (virtual space) sebagai sebuah lahan bagi komoditi dan konsumerisme.

Keberadaan individu adalah unsur (factor) pembentuk dari adanya sebuah masyarakat (socious),sebelum adanya sebuah masyarakat,adanya keluarga dan kelompok sosial (social group) adalah aras lain yang menjadikan individu (otoritas) menjadi awal dari adanya sebuah masyarakat,dengan kata lain adanya individu,keluarga (marga) serta kelompok sosial adalah unsur yang menjadikan adanya sebuah masyarakat,adanya individu,keluarga (fam) dan kelompok sosial (pranata) adalah sebuah sistem sosial (social system) yang kerap kali juga disebut dengan sistem masyarakat,individu adalah unsur terkecil (atomic) dari sebuah masyarakat sebagai ruang lingkup besar (holistic) dari kumpulan individu (komunitas),keluarga ataupun juga adalah kelompok sosial,individu,keluarga dan kelompok sosial tak lepas dari adanya bagian kecil dari sebuah masyarakat yang disebut dengan individu (micro society),hukum individu (hukum mikro) menyangkut aspek internalitas (kebatinan) yang ada pada manusia dengan segala sisi imperatif yang ada pada dirinya,ketika hukum dianggap sebagai nilai yang dibatinkan (internal value),hukum kemudian terkait dengan keunikan manusia (ideosinkretisitas) yang menyangkut segala latar belakang sejarah (historical setback) yang ada pada dirinya yang senantiasa dihadapkan pada perkembangan sosial (social dinamic) yang terkait dengan rotasi hukum alam (samsara) dan sebuah Kehendak (Cetana) pada hukum Tuhan.

Hukum individu (hukum privat) adalah sebuah ideosinkretisitas (keunikan) yang mana sejarah yang ada pada seorang individu kemudian menjadi latar belakang dari adanya hukum individual dengan segala imperativitas (pemerintahan) yang ada pada dirinya sebagai individu (otoritas),dengan kata lain,secara garis besar dapat disebutkan bahwa hukum individual (ius atomos) adalah hukum mikro (atomic) yang mendasari adanya sebuah masyarakat (makro),termasuk ruang lingkup hukum yang terbesar dari adanya suatu hukum dalam sebuah masyarakat (mores),individu dengan segala keunikan yang ada pada dirinya menghasilkan hukum yang juga memiliki kadar keunikan dalam dirinya,adanya sejarah pada manusia (historisity) menjadikan individu dihadapkan tak hanya pada ranah empiris (experience),namun juga dihadapkan pada ranah metodik,ketika manusia sebagai “homo intelectual” dihadapkan pada pengetahuan (culture),maka tak dapat dipungkiri terdapatnya sisi lain dari manusia sebagai sebuah bentuk perimbangan (sinkronisitas) atas manusia sebagai “homo intelectual”,yaitu,sebagaimana dikatakan Pierree Bourdieu sebagai “homo academicus” dimana manusia menekankan ilmu (civillization) sebagai landasan laku (polah) hukum pada dirinya dan peradaban manusia (techne) yang tak lepas dari kebudayaan (arche).

Maka dapat dikatakan kemudian,bahwa manusia tak lepas dari pengetahuan (empirisitas),adalah manusia dengan keberadaan nurani (geweten) yang ada pada dirinya sebagai sebuah intrumen (modal) bagi penempatan dirinya sebagai mahluk hukum (homo yuridis),adanya perkembangan kebudayaan menjadi peradaban (cultural shift),kemudian memposisikan ilmu sebagai suatu kondisi paradigmatik (contruction) bagi manusia dalam merumuskan dan memutuskan segala sesuatu menyangkut aktivitas dirinya yang berketegasan dan berkeputusan melalui adanya moralitas,manusia baik sebagai mahluk intelektual (homo intelectual) ataupun sebagai mahluk akademial (homo academicus) kemudian menjadikan keduanya sebagai dasar bagi adanya awal pembentukan hukum individual pada dirinya (privat norm),yang menyangkut apa yang mengutama (virtu) dan apa yang pantas pada dirinya (bonta),hingga kemudian nurani yang terciptakan dari kebebasan (freedom) dipertemukan dengan moralitas (moraliteit) yang adalah merupakan produk dari iman manusia (faith) pada Tuhan (YHWH) sebagai suatu ranah etika eksistensialitas pada dirinya (sittlicheit) dalam keunikan hubungan dirinya dengan ilmu (savoir) ataupun pengetahuan (connasissance) dalam medan budaya (cultural domain) dan peradaban,moralitas dan nurani kemudian menjadi etika (ethic),tiga aspek (factor) yang menjadikan adanya hukum mikro (individual) pada diri manusia (selb) sebagai mahluk hukum (homo yuridis) yang memiliki kebebasan (pengetahuan) ataupun iman pada diriNya (ilmu) dalam membentuk adanya masyarakat (society) dan hukum dalam sebuah masyarakat (habitus),terutama sebagai lahan bagi kebiasaan adaptasi manusia yang diawali dari adanya hukum ke-Tuhanan .

Dalam sosiologi terutama adalah sosiologi hukum,keberadaan dari sebuah masyarakat merupakan hal terbesar yang menjadi kajian dalam disiplin ilmu pengetahuan sosiologi,sosiologi makro mengkaji sebuah masyarakat (socious) sebagai sebuah bagian (subtitute) dari sebuah realitas (objek) dari manusia kebanyakan (das man),Emile Durkheim mengkaji sebuah masyarakat (kolektivitas) sebagai sebuah kajian dari makro sosiologi,individu sebagai bagain terkecil (mikro) dari sebuah masyarakat,yang mana masyarakat tak lepas dari sebuah sistem sosial (social system) yang struktural yang menjadikan masyarakat ada pada sebuah struktur yang terbentuk pada awalnya secara alamiah,sistem terbesar (makro) yang terbentuk dari adanya struktur yang diawali adanya individu adalah sebuah masyarakat,yang terdiri dari keluarga,kelompok sosial (group)hingga kemudian sebuah masyarakat,yang kemudian menjadi awal dari adanya penempatan hukum individu dalam ruang keluarga (domestic space) atauppun dalam sebuah kelompok sosial (community) hingga sebuah sistem masyarakat terbentuk dari keberadaan dari mulai adanya individu sebagai struktur awaliah hingga adanya masyarakat (kolektivitas).

Masyarakat (sistem norma) adalah awal dari adanya sebuah pemerintahan (struktur hukum) yang kemudian menjadi sebuah negara,dimana peran individu yang tak hanya terikat pada norma individu namun norma sosial dari keluarga (familiarity) ataupun dari kelompok sosial (pranata) menjadi pada dalam sebuah norma sosial masyarakat dalam ruang lingkup (scope) yang lebih luas dimana norma kemudian tak hanya disepakati dalam sebuah legitimasi sosial (social legitimation) namun juga mendapat penegasan secara turun-temurun (genealogis) dalam suatu sejarah dari adanya sebuah masyarakat yang tiada lepas dari peran individu (manusia) yang kemudian menjadi warga negara (citizen) dalam sebuah pemerintahan yang menjadikan adanya negara yang diawali dari adanya masyarakat serta norma sosial yang ada pada sebuah masyarakat sebagai bagian dari sebuah sumber hukum,baik dalam pemerintahan (institusi politik) maupun dalam sebuah negara.

Keberadaan hukum (habitus) dalam ruang lingkup besar (makro),mencakup hukum yang berlaku dalam sebuah masyarakat,pemerintahan atau sebuah negara,dimana peran individu (agent),aparat negara (aparatus) dan warga negara dihadapkan pada keseimbangan hubungan struktural antara berbagai aspek sosiologi dengan aspek politik yang mencakup masyarakat (norma) dengan pemerintahan (hukum) yang kemudian menjadikan adanya berbagai sistem undang-undang dalam sebuah negara dengan berbagai otoritas (competence) ataupun kedaulatan (souvereignity) yang ada pada pemerintahan,masyarakat ataupun negara (staat) itu sendiri dengan berbagai ragam ataupun bentuk (form) yang ada dalam sejarah adanya sebuah masyarakat (society),pemerintahan (government) ataupun negara (state) dalam kaitan ketiganya atas norma (mores),hukum (ius) dan undang-undang (lex) yang menciptakan hubungan harmoni (equilibirial) antara sistem yang ada dengan struktur yang ada sebagai bagian dari kehidupan kebudayaan (arche) dan peradaban manusia (techne).

Manusia dan eksistensi dirinya (adat) baik sebagai mahluk sosial (homo socious) ataupun mahluk politik (homo politicon) tak lepas dari individulitas manusia dengan sesamanya (en soi),dimana manusia dihadapkan pada konflik (polemik) ataupun harmoni (dialog) dalam adaptasi dan perkembangan dirinya bersama ruang (temphus) ataupun waktu (templum) yang berkesejarahan dalam rotasi dinamika hukum alam (samsara) dimana manusia dalam adaptasi dirinya dengan alam menjadikan adanya masyarakat (norma) sebagai awal dari adanya sebuah negara (hukum),yang tak lepas dari kenyataan (objektivitas) ataupun harapan (subjektivitas) yang ada pada individu dengan masyarakat,dimana kemudian manusia tak hanya dikondisikan sebagai mahluk individual ataupun mahluk sosial,namun adalah juga mahluk politik dan mahluk hukum (homo iuris) dalam sistem sosial (ranah sosial) dan struktur politik (medan politik) yang ada dalam kehidupan budaya (connaissance) dan peradaban (savoir) manusia umum,dimana moralitas,nurani dan etika (sittilcheit) kemudian menjadi sumber (mater) dari adanya norma (mores) ataupun undang-undang (wet) sebagai hukum (habitus) dalam berbagai aras harmoni ataupun konflik antara manusia atas keunikan Tuhan,alam dan sesama,selain dirinya sebagai manusia.

Individu adalah merupakan suatu kenyataan sosial (social reality) yang ada pada sebuah masyarakat,individu adalah merupakan aspek terkecil (mikro) yang ada pada sebuah masyarakat sebagai bagian terbesar (holistic) yang merupakan sekumpulan individu,keluarga ataupun suatu kelompok sosial,pada umumnya dalam diri setiap individu,yang adalah merupakan pembentuk dari adanya suatu masyarakat dan bagian besar (makro) dari keberadaan individu sebagai mahluk sosial,senantiasa memiliki suatu kenyataan diri bahwa dirinya adalah juga mahluk individu yang tak hanya sebatas adalah suatu kenyatan sosial dan individual namun juga adalah sebuah harapan bahwa individu tak lepas dari kebutuhan atas individualitas yang ada pada dirinya sendiri sebagai manusia,bahwa setiap individu memiliki sebuah harapan (utopianisme) adalah merupakan sebuah ruang kenyatan (objektivikasi),namun harapan itu sendiri adalah sebuah kaidah subjektif yang dimiliki manusia baik sebagai mahluk individual ataupun sebagai mahluk sosial,harapan individu sebagai mahluk individu adalah sebuah kisi subjektivitas kecil (mikro subjektif),meskipun sebuah masyarakat dalam interaksinya dihadapkan pada ruang (space) ataupun waktu (time) untuk tetap (komunitas) ataupun tidak tetap (gerombolan).

Artinya seorang individu yang adalah merupakan pembentuk terkecil dari adanya suatu masyarakat adalah juga manusia yang tak lepas dari harapan yang ada pada dirinya sendiri dalam memenuhi setiap kebutuhan yang ada pada individualitas dirinya (human needs),subjektivitas individu adalah harapan yang ada diri manusia sebagai mahluk individual,bahwa setiap individu memiliki orientasi atas pemenuhan kebutuhan dirinya di masa kini (present) atau nanti (future) adalah sebuah realitas (objektivitas) bahwa individu memilki subjektivitas (harapan) selain kenyatan yang ada pada individualitas dirinya bahwa dirinya selain adalah mahluk individual adalah juga merupakan mahluk sosial yang tak lepas dari kenyatan keberadaan dirinya dengan masyarakat namun juga harapan yang ada pada dirinya sendiri (individual hope) serta harapan yang ada dalam masyarakatnya,setiap individu (self) ataupun setiap masyarakat yang tak lepas dari adanya keluarga ataupun kelompok sosial sebagai sebuah sistem struktural (structural system) tak lepas dari kenyataan (das sein) ataupun harapan (das sollen) yang membentuk adanya sistem ilmu (peradaban) ataupun pengetahuan manusia (kebudayaan) yang tak lepas dari ideologi (arche) ataupun utopianitas (techne) yang ada pada setiap lapisan (aras) ataupun ruang lingkup kemanusiaan (human scope) dalam setiap kehidupan dirinya dengan yang liyan (others).

Individu baik sebagai mahluk sosial ataupun mahluk individual memiliki ego (keakuan) yang tak lepas dari ego subjektif dan ego objektif,yang merupakan kenyataan dan harapan individu dan masyarakat dimana manusia sebagai mahluk sosial dan mahluk individual terbentuk dari adanya ego sosial (ego macroscopic) dan ego individual (ego microscopic) yang ada pada dirinya sendiri sebagai manusia (self),hal ini disebut oleh Jean Paul Sartre sebagai “being it self” ataupun “being out self”,dimana hukum menjadi hal imperatif (sign) bagi keberadaan individu dan masyarakat contract) atau kesepakatan (commitment) setiap bagian dari sebuah masyarakat,termasuk sejarah yang ada pada sebuah masyarakat yang menjadikan adanya individu dalam ruang lingkup sebuah masyarakat (social sphere) yang mempengaruhi adanya sejarah hukum (history of law) pada sebuah masyarakat (sociality),pemerintahan (government) ataupun negara (state) yang tiada lepas dari moralitas,nurani serta etika (adat) yang ada pada sebuah masyarakat (pamali) dan manusia.

Manusia sebagai mahluk individu ataupun manusia sebagai mahluk sosial adalah pembentuk adanya masyarakat dan individu itu sendiri,individu ataupun sebuah masyarakat adalah sebuah realitas (reality),sebuah realitas atau kenyataan manusia yang terbagi atas dirinya sebagai realitas individual serta dirinya sebagai realitas sosial,realitas individu (individual reality) adalah sebuah kenyatan terkecil (homo centrifugality),sedangkan masyarakat (mahluk sosial) sebagai realitas terbesar (homo centripetality),realitas adalah kisi yang mengobjektivikasikan manusia karena adanya sesuatu yang merupakan hal di luar apa yang merupakan harapan dirinya sebagai individu ataupun masyarakat itu sendiri,adanya kenyataan (objektivikasi),bahwa apa yang merupakan kenyataan individual (realitas mikro) sebagai bukan kenyataan sosial ataupun sebaliknya,bahwa apa yang merupakan harapan indvidual bukan merupakan harapan sosial (masyarakat),hal demikian adalah apa yang kerap kali disebut seorang sosiolog bernama Emile Dukheim sebagai anomia (anomy).

Kondisi anomi (anomia) atau kesenjangan (discontinuity) antara individu (mikro) dengan masyarakat (makro) ataupun kesenjangan antara harapan (subjektivitas) dengan objektivitas (kenyataan),kesenjangan hukum dengan norma (norm),kesenjangan norma (mores) dengan undang-undang (wet) atau hukum (law) dengan undang-undang,atau kesenjangan antara masyarakat dengan pemerintahan adalah sebuah kondisi anomi (gap) sebagaimana kesenjangan dalam diri manusia sendiri yang kerap terjadi pada kesenjangan antara manusia sebagai mahluk individual dengan dirinya sebagai mahluk sosial,yang kerap kali adalah juga kesenjangan antara perasaan (afeksi) dengan pikiran manusia (kognisi) ataupun kesenjangan antara tubuh (body) dengan jiwa manusia (soul),hal ini kemudian menjadi sebuah jarak eksistensialitas manusia (distingtion) antara kesadaran (consiousness) dengan ketidaksadaran manusia (human unconsiousness) dalam setiap sikap yang diambilnya dalam laku kehidupan dirinya dalam dunia keseharian rutinitasnya.

Kenyataan (reality) dalam ranah (discourse) apapun dalam sosiologi adalah sebuah otoritas yang mampu mengobjektivikasikan manusia,menjadikanya anomi (antinomia) dengan setiap utopianitas dalam dirinya yang adalah sebuah harapan (hope) ataupun dikatakan Geeorge Ritzer sebagai suatu subjektivitas manusia (human subjectivity),terutama sebagai suat individualitas yang menempati ruangnya,yaitu ruang sosial (domain publik) dan ruang individu (domain privat),kenyataan menjadi objek ketika kenyataan sebelumnya mengobjektvikasikan manusia sebagai subjek mikro (mahluk individual) ataupun subjek makro (mahluk sosial),kenyataan kemudian menjadi paradigma acu (kontruksi kaji) untuk harapan atas kenyataan yang lain (liyan) dimana subjektivitas (das sollen) dan objektivitas (das sein) berpadu untuk menciptakan harapan (sollen) ataupun kenyatan dinamik (acceleration) yang bukan merupakan kondisi anomi (dispersi,namun sebuah harmoni (equilibrium) dari setiap apa yang merupakan paradoksikalitas dalam penempatan manusia atas setiap ruang (domain),termasuk ruang transendensi (terrestrial) ataupun imanensi manusia (celestrial) pada dirinya (pour soi) atau di luar dirinya (fur mich) sebagai intermediasi (axis) atas apapun,hukum objektif adalah hukum yang tercipta dari suatu realitas baik realitas sosial (makro objektif) ataupun individual (mikro objektif) yang mana keduanya adalah sebuah realitas kemanusiaan (human reality) yang menjadikan adanya hukum bagi manusia sebagai subjek hukum (fiksi hukum) dalam realitasnya diri (individualitas) dan masyarakatnya dalam universalitas manusia. 

Keberadaan individu sebagai eksistensialitas (l’existence) adalah satu realitas (das sein) yang berharap (mikro subjektif),hal tersebut berarti bahwa suatu masyarakat adalah juga merupakan suatu realitas yang juga berharap (makro subjektif),suatu anomi harapan (subjektivitas) terjadi ketika harapan individu dengan harapan masyarakat tidak mengalami suatu sinkronisitas sehingga harmoni sosial (social equilibirium) dengan individual tak dapat terjadi dalam keselarasan hubungan antar manusia,harapan individu kerap kali tidak sesuai dengan hukum kolektif (ius collectiva) yang ada yang merupakan hukum masyarakat (ius socious) yang disepakati bersama dengan individu lain sehingga antara harapan hukum individu dengan masyarakat kembali dihadapkan pada apa yang pernah disebutkan Emile Durkheim sebagai anomisitas (ketidaklarasan),atau hukum yang kerap menjadi sebuah kenyataan sosial (makro subjektif) yang kerap tak laras (sepadan) dengan kenyataan individual (mikro objektif),hal ini berarti bahwa,harapan hukum antara individu dengan masyarakat juga tak sesuai dengan kenyataan hukum antara masyarakat (sosialitas) dengan individu.

Dengan demikian dapat dikatakan kemudian bahwa pada akhirnya hukum masyarakat tak sesuai dengan hukum pemerintahan sehingga negara mengalami anomialisasi fimana hukum negara tak sesuai dengan harapan yang menjadi unsur pembentuk negara (nation contruct),yaitu masyarakat (pranata) dan pemerintahan (institusi),maka kenyataan bahwa adanya ketidaksesuaian antara kenyataan dan harapan di berbagai aras menjadikan adanya hubungan yang tak setara antara pluralitas (kemajemukan) dan singularitas (ketunggalan),hal demikian berakibat terjadinya ketidaklarasan antara manusia sebagai mahluk individual (homo individualis) dengan manusia sebagai mahluk sosial,ketidakharmonisan (anomialitas) antara hubungan perasaan (mantram) dengan pemikiran (tantram) ataupun hubungan tubuh (shakta) dengan jiwa (shakti) yang tak imbang yang mana kemudian kerap memunculkan sebuah tindakan naluriah yang terjadi sebagai respon individu (anti katexis) terhadap stimulus sosial (katexis,berupa tindakan naluriah semata (instinktif) ketimbang sebuah kesadaran ataupun sebuah ketidaksadaran atas respon perasaan (affectional respond) ataupun pikiran dirinya yang terkait juga pada setiap masalah menyangkut jiwa dan tubuh manusia.

Hal ini lalu dapat juga dipastikan akhirnya mempengaruhi tubuh (matter) serta jiwa manusia (spirit) sebagai sebuah keberadaan potensial manusia (elan vital) dalam berkehendak ataupun bertindak melalui segala pertimbangan yang mana setiap potensi eksistensilitas manusia (talent) melalui indranya (eksistensialitasnya) tak berfungsi efisien karena adanya disharmoni (disorder) antara manusia ke luar dirinya (an sich) dengan manusia ke dalam dirinya (fur mich),dimana manusia kemudian dikondisikan menjadi “homo anomic” ketimbang “homo harmonium” sebagai sebuah akibat (kausa) dari sebuah sistematika sosial nan acak (disorder thing) ataupun karena sebuah akibat strukturasi (keberjenjangan) yang disharmoni antara apa yang dikehendaki (sollen) dengan apa yang terjadi sein) dalam individu ataupun pada suatu masyarakat (society) dimana pemerintahan (government) serta negara (state) terkait atas keberadaan eksistensilitas warga negara (citizen) yang adalah juga individu (manusia) yang tak lepas dari hukum Tuhan (ius theia) ataupun hukum alam (ius naturaliae) yang menjadikan manusia memiliki harapan hukum (subjektivikasi hukum) dalam individualitasnya (mikro subjektif) sebagai mahluk hukum (homo iuris) yang tak lepas dari keberadaan suatu masyarakat dan sisi lain diri manusia (shadow), selain sosialitasnya,yaitu sebagai mahluk individual (selbs) yang tak lepas dari keberadaan sejarah (historisitas) ataupun hukum yang ada pada dirinya sebagai sebuah kenyataan (sein) adanya hukum.

Sebagaimana halnya individu,masyarakat sebagai kumpulan dari individu adalah kumpulan individu dengan segala harapanya,maka dapat dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan harapan individu,pada umumnya harapan sebuah masyarakat identik dengan kebersamaan yang disepakati setiap bagian dalam masyarakat yang membentuk adanya masyarakat,setiap harapan kemudian dijadikan sarana pembentuk adanya kesepakatan sosial (kontrak social )untuk mewjudkan sebuah kenyataan bersama (mitsein) dari adanya harapan dari suatu kolektivitas dalam sebuah masyarakat,setiap apapun yang menyangkut harapan dalam masyarakat adalah harapan yang kerap adalah sebuah bagian dari struktur sosial ataupun sistem sosial yang terdiri dari individu,keluarga,kelompok sosial dengan segala multiplisitas yang ada dalam sebuah masyarakat,bahwa setiap harapan manusia adalah unik adanya,maka kemudian setiap keunikan dipersamakan dalam sebuah kesepakatan ataupun suatu kontrak bersama (consensus) yang kemudian menjadikan adanya sebuah norma sebagai patokan hidup dalam mewujudkan sebuah harapan sosial menjadi sebuah kenyatan sosial,adanya harapan sosial adalah juga diawali oleh sebuah kenyataan sosial bahwa terdapat harapan pada sebuah masyarakat ataupun subtitusi dari adanya suatu masyarakat.

Harapan dan kenyataan sosial kemudian ditengahi oleh norma yang menegahi hubungan antara harapan dengan kenyataan yang ada pada sebuah masyarakat,adanya harapan individu (mikro subjektif) kemudian disepakati untuk menjadi harapan masyarakat (makro subjektif) yang kemudian hal ini diharapkan menjadikan adanya sinkronisitas antara kenyatan individual menjadi suatu kenyataan bersama (kolektif) atau menjadi suatu kenyataan dengan mendasarkan diuri dari suatu kesepakan social (kontrak social) yang kemudian menjadi kerangka aturan kebersamaan yang kerap juga disebut sebagai norma sosial,norma sosial (social norm) terbentuk dari adanya sejarah dari suatu masyarakat yang menyangkut kebersamaan individualitas yang membentuk adanya sebuah pola budaya ataupun pola sosial yang dianggap sebagai sebuah konsensus sosial yang terbentuk dari sebuah kebudayaan ataupun sejarah untuk sebuah kemajuan bersama dalam mencapai sebuah harmoni ataupun suatu keteraturan baik sebagai sebuah kenyataan sosial ataupun masih merupakan suatu harapan sosial dari suatu masyarakat,terutama mencakup kebersamaan harmonial antara hubungan antar individu dengan berbagai kontruksi pembentuk bagi adanya sebuah masyarakat sebagaimana yang diharapkan untuk menjadi sebuah kenyatan sosial.

Adalah merupakan kenyataan individual (mikro objektif) ketika individu dihadapkan pada dirinya sendiri sebagai individu ataupun sebagai mahluk sosial,individu adalah kenyataan itu sendiri yang memiliki suatu otoritas bagi dirinya sendiri untuk menjadi individual ataupun menjadi mahluk sosial dengan segala keberpenuhan (totality) dari status dirinya tersebut,individu memiliki kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri ataupun larut dalam masyarakatnya,individu adalah otoritas yang memiliki hak asasi (human right) untuk memilih status manusia pada dirinya,dengan kata lain posisi manusia sebagai mahluk individual adalah sebuah kenyataan yang memiliki suatu kekuatan hukum karena individu adalah juga merupakan mahluk hukum karena memiliki hak atas segala bentuk individualitas (individual form) yang ada pada dirinya sendiri sebagai manusia,keberadaan manusia sebagai mahluk sosial menghadapkan dirinya pada kewajiban dirinya atas segala tuntutan sosial atas individualitas yang ada dalam dirinya,kompromisitas (dialog) menuntut mahluk sosial untuk mengorbankan individualitasnya yang memiliki kebebasan karena hak asasi yang dimilikinya sebagai manusia,konfliktualitas kerap dianggap sebuah sikap yang anti-adaptasi (mal-adaptation) ataupun bahkan menjadi sebuah keterasingan (alienation) bagi individu dalam suatu ruang lingkup sosial (social scope) dalam suatu masyarakat.

Setiap suasana polemik (konfliktual) kerap menjadikan individualitas manusia lebih menonjol dari sisi sosialitas yang ada pada dirinya,hal ini kemudian menjadi sebuah awal dari menonolnya sisi individualitas ketimbang sosialitas manusia dalam dirinya ataupun dalam sebuah masyarakat,individualitas kerap menimbulkan sebuah fenomena sosial bagi individu,keluarga ataupun kelompok sosial untuk menghadapi sikap dirinya dalam menghadapi atau mencermati setiap interakasi yang ada dalam ruang lingkup sosialnya,individualitas sebagai bagian dari sebuah kompetensi manusia yang dilindungi oleh haknya yang asasi adalah sebuah otoritas yang pada dasarnya memiliki suatu kebebasan,meskipun hal ini kerap dihadapkan pada benturan antar kebebasan (eksistensialitas),benturan antar kebebasan (class of freedom) kerap mesti dihadapi dengan sebuah iklim dialogikal demi sebuah interaksi yang tak hanya semata adaptatif namun adalah juga harmoni dan tak menimbulkan anomi antara hubungan individu dengan masyarakat atau sebaliknya,benturan antara setiap aspek sosiologis (anomi) kerap menimbulkan arogansi dalam diri individu atau malahan sebaliknya arogansi masyarakat (kolektivitas) terhadap individu.

Adanya keterasingan (enfremdung) adalah suatu kemungkinan bagi individu ketika dihadapkan pada sebuah kekuatan kolektif (power of mass) yang menjadikan hubungan dirinya dengan kemajemukan menjadi timpang,kuasa kolektif baik dalam keluarga,kelompok sosial atau juga masyarakat juga menjadikan fenomena urbanitas (urban phenomena) yang terjadi tak hanya sebatas individu belaka,namun juga keluarga,kelompok sosial atau masyarakat itu sendiri karena adanya perbenturan antara harapan (utopia) dan kenyataan (das sein) yang tak terjadi pada sebatas individualitas,namun juga keluarga,kelompok sosial dan masyarakat,terutama ketika dihadapkan pada hubungan norma (adat) dengan hokum (perundangan) yang kemudian menjadikan adanya hubungan anomik (anomial) antara komunitas sosial (sistem sosial) politik dengan komunitas politis (sistem politik) dalam setiap penempatan ideologi (sein) dan utopianitas (hope) dalam suatu hubungan struktural nan setara antara manusia dengan individu baik sebagai bagian dari suatu pemerintahan (government) ataupun sebagai bagian dari suatu masyarakat (society) yang menjadikan adanya sebuah negara ada,terutama karena adanya hukum alamiah (natural law) atas setiap dinamika hukum manusia (human law) pada umumnya dalam sebuah laju dari suatu peradaban manusia. 


* ) Budi Sp.Indrajati adalah Pemerhati Masalah Filsafat Kebudayaan,tinggal di Bandung.

dipopulerkan oleh Septri Yanto
0 komentar
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. basari.news - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger