arief basari

Featured Post Today
print this page
Latest Post

Kenaikan BBM vs Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Dalam sambutan pembukaan sebuah rapat koordinasi kepala daerah se propinsi, seorang gubernur menyatakan kepada yang berhadir bahwa, andaikan masih ada seorang pegawai negeri sipil yang tidak mendukung setiap kebijakan dari pemerintah pusat khususnya mengenai kebijakan kenaikan harga BBM, bergabunglah dengan LSM diluar sana yang berkoar-koar menentang kebijakan tersebut.

Ironi memang. Pernyataan tersebut dapat diartikan sebagai tekanan terhadap aparatur didalamnya. Kebijakan pemerintah hendaknya memberikan dukungan kepada aparat implementatornya, namun kebijakan hendaknya mampu memberikan jawaban atas berbagai permasalahan yang mendera rakyatnya.

Secara filosofi dan tujuan dari sebuah negara yang dituntut untuk mampu menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya, masih menjadi mimpi dan angan semata bagi Indonesia. Folosofi ini hanya menjadi bagian dari tugas kuliah dari mahasiswa sosial semester awal.

Terkait dengan kenaikan harga BBM per tanggal 18/11 2014, terus menuai kritik. Kritik yang tak berkesudahan dan hanya sedikit dari orang pintar dan bijak di negeri ini yang mau berbicara. Berkoar sekeras apapun tak akan berarti banyak, sebab setiap kata dan gerak gerak tubuh tidak dibarengi dengan cemeti kekuasaan ditangan layaknya sang Presiden saat ini.

Banyak yang berharap lebih dari kepemimpinan presiden yang baru saat ini. Harapan besar yang menggantung dari pengalaman beliau yang sangat merasakan berbagai kebijakan pemerintah pusat selama ini. Kepedulian dan jiwa sosial pada masyarakat tumbuh mekar dihati beliau.

Namun, walau bagaimanapun. Kebijakan sebuah negara dalam berbagai tindakan tentunya mengandung prinsip keadilan didalamnya. Tapi bagaimana caranya kita menilai bahwa kebijakan kali ini adil bagi rakyat Indonesia. Sepertinya negara telah menyamaratakan kelas masyarakat terhadap pola dan kebutuhan Bahan Bakar Minyak. Seolah rakyat Indonesia berpenghasilan sama. 

Kenaikan harga BBM sebagai dampak dari pengurangan subsidi dengan mengalihkannya kepada yang lain, sangat tampak negara Indonesia membebankan biaya negara ini kepada masyarakat. Sepertinya negara menjamin subsidi yang dialihkan tersebut dapat dinikmati secara pahit oleh masyarakat bawah. Beginilah adil yang dipakai konseptor negara ini.

Prinsip Keadilan tidak serta merta menyamakan kelas masyarakat. Harusnya pemerintah mampu berpikir lebih bijak lagi. Kebutuhan akan bbm bagi rakyat indonesia sungguh beragam. Jangkauan terhadap kenaikan harga bbm akan berdampak terhadap kemampuan masyarakat dalam membelinya. Kenaikan BBM bukan hanya persoalan uang 2000, namun dampaknya terhadap daya beli dan kenaikan harga kebutuhan lainnya yang pasti terjadi.

Pada kelompok masyarakat menengah keatas tentu dengan kenaikan 2000 rupiah tidak akan mempengaruhi banyak. namun berbeda halnya masyarakat dengan penghasilan menengah ke bawah. Kenaikan harga bbm akan menurunkan jumlah pembelian bbm mereka.

Mereka tidak akan mampu lagi membeli bbm dengan jumlah yang sama ketika sebelum harga bbm dinaikan. penggunaan bbm pun akan turut mengurangi poduktifitas mereka secara kualitas dan kuantitas. Akan banyak mesin bajak, mesin perahu, gilingan padi, truk angkutan barang, pabrik tahu yang menurun produktifitasnya.

Bagaimana jaminan negara atas kenaikan harga bbm dengan imbasnya terhadap kenaikan harga barang. Rakyat akan sangat mengeluhkan. dapat dipastikan seluruh komoditi barang dan jasa akan mengalami kenaikan harga. Akankah ini tergantikan dengan kartu-kartu ajaib sang presiden. Tentu tidak. 


1 komentar

REFORMASI BIROKRASI "OTONOMI DAN PEMERINTAH DAERAH"

(Dikutip dari buku “Reinventing Local Government: Pengalaman dari Daerah”, Bab 8 Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah, hlm 189)


Waktu pertama kali memasuki dunia pemerintahan, saya melihat sebuah kontras kebiasaan kerja. Saya membandingkan pola kerja yang berbeda antara pegawai negeri dan pegawai swasta. Kinerja pegawai bank yang berada di lini depan (front office) yang cekatan, tidak pernah berhenti melayani pelanggan, selalu ramah dan murah senyum berbeda sekali dengan kinerja pegawai negeri yang melayani masyarakat. Dalam pikiran saya ini adalah contoh ideal yang kasatmata yang mestinya dapat dicangkokkan pada birokrasi pemerintah daerah.

Pikiran ini yang terus mengganggu saya, bagaimana melakukan pembenahan pada sistem kepegawaian daerah sehingga mereka memiliki etos kerja yang tinggi. Sebagai orang yang lama berkecimpung pada sektor dunia usaha, saya terbiasa dengan sistem insentif untuk meningkatkan kinerja pegawai. Siapa yang berkinerja lebih baik maka akan mendapatkan insentif yang lebih besar.

Sejalan dengan pemikiran Vroom (1946) bahwa kinerja itu dipengaruhi oleh interaksi dua faktor, yaitu kemampuan dan motivasi. Saya berpandangan bahwa penghasilan merupakan salah satu komponen penting yang berperan dalam membentuk motivasi. Langkah pertama yang saya lakukan adalah melihat peraturan penggajian pegawai negeri sipil. Saya melihat ada sekelompok pegawai negeri di lingkungan Pemerintah Provinsi Gorontalo yang cukup makmur, terutama para pejabat eselon, tetapi sebagian besar pegawai negeri lainnya hidup bersahaja. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2001 ternyata gaji pegawai negeri tidak-lah besar. Gaji pokok terendah adalah Rp575.000, yaitu golongan IA dan gaji pokok tertinggi Rp1,8 juta (golongan IVE) masing-masing per bulan. Berdasarkan gaji pokok yang mereka terima dapat dipastikan kehidupan pegawai negeri sangat bersahaja.

Pikiran yang mengusik adalah adanya sejumlah pegawai negeri yang relatif makmur terutama pejabat struktural, lalu saya mencari tahu sumber-sumber penghasilan lain pegawai negeri yang sah menurut peraturan perundangan yang berlaku. Tunjangan jabatan adalah salah satu sumber penghasilan pegawai negeri, saya ingin tahu besarnya tunjangan jabatan struktural dari eselon I sampai dengan eselon IV. Jabatan struktural tertinggi pada tingkat provinsi adalah Sekretaris Daerah dengan golongan IB berhak mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp4.475.000 per bulan. Sedangkan tunjangan jabatan struktural untuk eselon yang lebih rendah adalah: IIA Rp3.250.000, IIB Rp2.025.000, IIIA 1.260.000, IVA Rp540.000, dan IVB Rp490.000.

Dengan tunjangan sebesar itu pun, pegawai yang mendapat tunjangan struktural tidak akan semakmur yang saya lihat. Saya waktu itu sangat naïf dalam melihat penghasilan pegawai negeri sipil. Rupanya di lingkungan pegawai negeri sipil ada istilah jabatan basah dan jabatan kering. Ini dikaitkan dengan jumlah proyek yang dikelola oleh masing-masing dinas. Semakin banyak proyek yang dikelola maka semakin besar peluang pejabat untuk mendapatkan penghasilan tambahan melalui honorarium yang mereka terima.

Pada awal saya memangku jabatan gubernur, saya sering mendapatkan amplop berisi uang yang katanya honorarium proyek. Saya tanyakan kepada Sekda uang itu berasal dari mana dan untuk apa? Katanya honorarium proyek, dan itu sah. Saya tidak habis pikir, uang yang saya terima itu kalo dijumlahkan lumayan besar. Saya pun menelisik ingin tahu. Rupanya dalam pengelolaan proyek tersebut dibenarkan adanya honorarium untuk panitia pelaksana proyek.

Saya ambil contoh misalnya proyek rehabilitasi dan pembangunan irigasi untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan. Nilai proyek Rp2 miliar.Rupanya sebelum proyek di laksanakan dibuat dulu panitia pelaksana proyek tersebut. Dalam kepanitiaan tersebut ditetapkan jumlah personalia, jabatan, dan besarnya honorarium. Dibentuklah Pimpinan Proyek, Bendahara Proyek, Tenaga Ahli, Pengawas, dan sebagainya. Misalnya Pimpinan Proyek mendapat honorarium Rp2,5 juta, untuk Kepala Dinas sebagai pengawas mendapat honorarium Rp3,5 juta, Sekretaris Daerah mendapat Rp5 juta, Wakil Gubernur Rp7 juta, dan Gubernur Rp9 juta. Selain honorarium proyek juga membutuhkan laptop, mobil operasional, dan kebutuhan lain-lain. Setelah dijumlahkan ternyata anggaran yang dihabiskan untuk urusan yang bukan inti mencapai hampir 40% dari nilai proyek. Sedangkan yang dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan proyek hanya sekitar 60%. Akhirnya banyak proyek yang tidak efektif, efisien, tidak ekonomis, dan relevansinya untuk memecahkan persoalan yang dihadapi rakyat sangat rendah.

Proyek-proyek seperti itu banyak sekali dan uang hanya mengalir kepada sejumlah kecil pegawai, maka ada istilah jabatan basah dan jabatan kering. Hal ini menyebabkan adanya gap di kalangan pegawai. Ini tidak baik bagi terbentuknya faktor hygiene kerja.

Saya cepat mengambil keputusan, segala bentuk kegiatan tidak lagi dalam bentuk proyek tetapi menjadi tanggung jawab kepala dinas, honor-honor proyek saya hapuskan sebagai gantinya honor itu dipusatkan pada suatu tempat dan nantinya digunakan sebagai insentif bagi pegawai yang berkinerja baik.

Saya mempunyai obsesi membuat sistem pengupahan pegawai pada Pemerintahan Provinsi Gorontalo berbasis kinerja. Selain gaji pokok, semua pegawai akan mendapatkan tunjangan kinerja jika mampu menunjukan kinerja yang baik sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Besaran gaji bergeser dari sesuatu yang tetap (seperti yang dipraktikan selama ini) ke sesuatu yang bervariasi berdasarkan produktivitas karyawan.

Secara umum, sistem penggajian semacam ini dipandang sebagai komponen kunci untuk meningkatkan dan mempertahankan motivasi, kinerja, dan integritas pelayanan publik. Semakin tinggi kontribusi karyawan terhadap organisasi, semakin tinggi pula insentif yang diterimanya. Akibatnya, kinerja instansi membaik. Kemampuan pegawai dalam memenuhi kebutuhan hidupnya juga akan meningkat.

Gagasan pengupahan berdasarkan prestasi sudah lama menjadi perhatian UNPAN (badan PBB yang menangani persoalan administrasi publik). Department of Economic and Social Affairs of the United Nations mencantumkan Sistem Penggajian Berbasis Kinerja (SPBK) sebagai salah satu rekomendasinya untuk pemerintah negara sedanga berkembang yang tengah menjalani transisi perekonomian. Rekomendasi ini tercantum pada World Public Sector Report 2005. Menurut UNISON (1991), dalam praktiknya, SPBK berkembang ke dalam tujuh variasi. Yang populer diterapkan di lingkup pegawai negeri di banyak negara adalah pemberian bonus dan penemuan besaran gaji berdasarkan asesmen yang membandingkan kinerja karyawan (baik secara individual maupun kelompok) dengan target yang telah ditetapkan organisasi. Cara ini tumbuh pesat sejak 1980-an.

Implementasi SPBK tidaklah mudah. Persoalan yang mengemuka adalah yang berkaitan dengan keterbatasan kemampuan atasan dalam menilai kinerja para bawahan. Jika tidak ada kriteria penilaian yang objektif dapat berpengaruh buruk terhadap moral kerja karyawan. SPBK juga menuntut adanya pemahaman dan penerimaan para karyawan tentang aturan mainnya yang kompleks. Ini membutuhkan kapasitas manajemen yang memadai terutama dalam hal komunikasi. Oleh karena memetakan kinerja pada masing-masing SPKD bukan pekerjaan yang mudah.

Penerapan SPBK yang tidak disiapkan dengan matang justru akan mengembangkan kebiasaan kasak-kusuk yang berujung pada munculnya syak wasangka antar karyawan sebagai salah satu ciri birokrasi politis. Meskipun pada awalnya karyawan merasakan adanya control atasan (control system) yang lebih ketat menyusul dilakukannya penilaian terhadap kerja mereka, iklim komunikasi yang suram malah mendorong karyawan untuk kemudian tidak lagi melihat korelasi antara insentif dan performa yang mereka tampilkan, akan tetapi lebih melihatnya sebagai hasil hubungan personal yang kolutif dengan pihak penilai kinerja.

Sistem penggajian berbasis kinerja individual ini juga berpotensi menurunkan arti penting kerja kelompok, sekaligus menyimpang perhatian karyawan untuk lebih terfokus pada pengembangan diri pribadi, dan pencapaian-pencapaian jangka pendek ketimbang pemberdayaan kolektif dan realisasi tujuan jangka panjang organisasi.

Agar SPBK yang mewujud ke dalam Tunjangan Kinerja Daerah itu tidak menimbulkan ekses negatif maka disiapkan kajian akademis dan payung hukum yang melandasi TKD. Untuk kajian akademis, saya minta bantuan kepada Fakultas Ilmu Sosial Politik, Universitas Gadjah Mada yang membuat instrumen pengukuran kinerja pegawai.

Penerapan TKD adalah satu rangkaian dari sebuah agenda besar Pemerintahan Provinsi Gorontalo yaitu melakukan Reformasi Birokrasi Daerah. Sejalan dengan visi Pemerintah Provinsi Gorontalo yang menginjeksi spirit kewirausahaan dalam penyelenggaraan pemerintah, maka agenda pertama yang dilakukan adalah diterapkan anggaran berbasis kinerja. Ini membawa konsekuensi bahwa prestasi kerja dari setiap pejabat/pegawai dinilai berdasarkan kinerja.

Hal penting yang menjadi perhatian dalam memberikan TKD adalah tidak membebani anggaran. Setelah melalui kajian dari Badan Keuangan Daerah, Badan Kepegawaian dan Sekretariat Provinsi Gorontalo maka pada tahun 2004 mulai diberlakukan TKD kepada seluruh pegawai termasuk yang berstatus honorer. Upaya untuk mengaitkan insentif dengan kinerja menjadi contoh bagaimana manajemen kewirausahaan dapat diterapkan dalam kehidupan birokrasi pemerintah di daerah. Pemberian insentif sebagai driving force untuk perubahan dalam birokrasi publik.

Sumber dana untuk membiayai tunjangan kinerja dilakukan dengan menghapuskan seluruh bentuk honor yang terdapat pada setiap kegiatan. Menghapus seluruh honor pada setiap kegiatan implementasinya tidak mudah. Keberhasilan Provinsi Gorontalo menerapkan tunjangan kinerja karena adanya political will pimpinan daerah yaitu gubernur, wakil gubernur, sekretaris daerah, dan seluruh jajarannya dalam bentuk melepaskan/mengiklaskan seluruh jenis honor yang diterima setiap bulan yang selanjutnya dana tersebut dibayarkan kepada seluruh pegawai dalam bentuk TKD. Keberhasilan penerapan TKD di Provinsi Gorontalo juga berkat adanya dukungan dari DPRD.

Dasar hukum penerapan TKD terdapat pada Pasal 29 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah selanjutnya dipertegas kembali melalui Pasal 36 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 menyatakan pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil daerah berdasarkan pertimbangan yang objektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD. Tambahan penghasilan diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan prestasi kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, dan kelangkaan profesi.

Sejak diterapkan tunjangan kinerja sejak tahun 2004 sistem penilaian kinerja sudah masuk tahap keempat. Pada saat pertama kali diterapkan kinerja pegawai dinilai berdasarkan disiplin berdasarkan disiplin dengan unsur-unsur pengurangan sebagai berikut:

   1. Terlambat masuk kantor,
   2. Pulang lebih cepat ke rumah,
   3. Tidak masuk kerja,
   4. Meninggalkan tugas selama jam kerja tanpa izin,
   5. Tidak mengikuti kegiatan kenegaraan/rapat/senam bersama, dan
   6. Dikenakan sanksi sesuai PP 30 tahun 1980.

Masing-masing unsur pengurangan tersebut diberi bobot. Dengan sistem tersebut terhadap pegawai yang tidak melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada poin 1 sampai 6 kinerjanya 100%. Dengan sistem tersebut disiplin pegawai meningkat.

Pada tahap kedua yang mulai diterapkan tahun 2005 besarnya TKD untuk suatu masa kinerja dihitung atas dasar komponen disiplin dengan bobot 60% dan komponen pencapaian kinerja 40%. Unsur-unsur pengurangan disiplin tidak mengalami perubahan. Komponen pencapaian kinerja unsur-unsurnya terdiri dari:

   1. Pemahaman atas tufoksi,
   2. Inovasi,
   3. Kecepatan kerja,
   4. Keakuratan kerja, dan
   5. Kerja sama.


Tabel Penilaian Kerja Pada Komponen Pencapaian Kinerja

Mulai tahun 2006 nilai komponen pencapaian kinerja dinaikan menjadi 60% sehingga unsur disiplin tinggal 40%.


Pada akhir tahun 2007 dilakukan perubahan atas penilaian kinerja. Penilaian kinerja untuk status mas akinerja didasarkan pada komponen prestasi aksi dan prestasi hasil. Komponenprestasi aksi memiliki bobot 40% terdiri dari:

   1. Disiplin,
   2. Ketaatan terhadap peraturan,
   3. Tanggung jawab, dan
   4. Kerja sama.

Komponen prestasi hasil memiliki bobot 60% terdiri dari:

   1. Produktivitas,
   2. Efektivitas
   3. Efisiensi,
   4. Inovasi, dan
   5. Manfaat.

Penilaian atas masing-masing komponen tersebut menghasilkan skor prestasi sebagai berikut:

    * Skor prestasi A nilai 5,
    * Skor prestasi B nilai 4,
    * Skor prestasi C nilai 3,
    * Skor prestasi D nilai 2,
    * Skor prestasi E nilai 1.

Dengan penerapan sistem tersebut penilaian kinerja untuk satu masa kinerja dilakukan oleh:

   1. Atasan langsung bobot 50%,
   2. Dua orang rekan kerja masing-masing bobot 15%, dan
   3. Pegawai yang dinilai 20%.

Terakhir dengan dikeluarkannya PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Sipil dan dengan PP Nomor 46 tahun 2011 tentang Sasaran Kinerja Pegawai dan Kemudian yang menjadi induk dari kepegawaian itu sendiri yang bersumber dari UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, menekan kegiatan pegawai pada penerapan disiplin tingkat tinggi, yang dikelilingi dengan kontrak kerja yang harus menjadi sasaran dalam setiap bekerja dan dihitung akan keberhasilannya diakhir tahun.

0 komentar

Si Pudin Mancilok Cubadak ( Si Pudin Mencuri Nangka )

Si Pudin Mancilok Cubadak

Ada sebuah cerita logat Minang yang kelihatannya kocak tapi memiliki makna yang mendalam. Begini kisahnya :

Suatu ketika si Pudin melewati jalanan yang penuh dengan buah Nangka. Melihat ada buah Nangka yang sudah matang, terbersik keinginan si Pudin untuk mengambilnya. Tanpa pikir panjang si Pudin memanjat pohon Nangka tersebut kendatipun itu bukan tanaman Nangka miliknya.

Setiba diatas pohon sembari tengah memetik buah Nangka itu, secara tak disengaja lewat Inyiak wali dan secara spontan melihat si Pudin yang tengah memetik buah Nangka tersebut.

Karena Inyiak wali tahu betul kalau pohon Nangka yang dipanjat si Pudin bukan miliknya, dengan suara lantang Inyiak wali bersorak " hoi Pudin, cubadak sia nan wa ang ambiah duh, capeklah turun," ajak Inyiak wali dengan suara agak serak.

Dengan tergopoh-gopoh si Pudin turun langsung dari pohon Nangka dan langsung menemui Inyiak wali. "Manga inyiak hariak-hariak aden tadi, kok jatuh aden tadi, patah-patah tulang den atau langsuang aden mati, lai kabatangguangjawab nyiak nanti," kata si Pudin dengan ketusnya.

Tidak cukup dengan itu, si Pudin terus mengerutu pada nyiak wali. "Nyampang jatuah aden tadi dan patah-patah tulang den satibo dibawah atau mati aden sakalian, lai namuah nyiak wali mamaliharo anak-anak den, nyiak wali kan tau kalau anak-anak aden masih ketek," kata si Pudin dengan emosinya.

Tanpa pikir panjang si Pudin langsung saja berlalu dan meninggalkan nyiak wali yang lagi termangu dan menatap gaya si Pudin dengan penuh keheranan.

Sambil menghela nafas panjang inyiak wali ngomong pada dirinya sendiri. "Begitulah manusia, ketika mereka diingatkan akan sikap dan perilakunya yang tidak pada tempatnya, mereka selalu mencari pembenaran diri tanpa mengevaluasi sikap dan perilakunya sendiri.

Contoh saja si Pudin, ketika diingatkan supaya jangan mencuri milik orang, dia marah-marah. Nan dibahas si Pudin satibo dibawah pohon, baa mangko nyiak wali hariak-hariak aden tadi, kok tajatuh den, lai kabatangguangjawab nyiak. Nan cubadak nan diciloknyo luponyo kalau itu karajonyo salah, malahan tanpa doso, cubadak tu dibaoknyo pulang.

Padohal nan dihariak nyiak wali tadi, dek karanonyo manciluik punyo urang lain.....tapi anehnyo inyo pulo nan ma hariak-hariak nyiak wali satibo dibawah, baa mangko ba hariak-hariak no tadi........bak kato nyiak wali, tasarah dek wa ang selah lai Pudin....tekan den mancaliak parangai wa ang....jan biasokan juo mancaliak masalah tun di ujuang masalah Pudin tapi uruiklah masalah tu dari pangkanyo.....ba mangko aden hariak wa ang tadi, dek karano wa ang mancilok cubadak urang...kalau ndak mancilok wa ang tadi, manga juo ka aden hariak wa ang....Pudin...Pudin.....aneh memang dunia ini......hehehe dunia wale....kali.... By : IC
0 komentar

PELAJARAN DARI POHON


PELAJARAN DARI POHON

Pohon tidak makan dari buahnya sendiri. Buah adalah hasil dari pohon.
Dari mana pohon memperoleh makan? Pohon memperoleh makan dari tanah. Semakin dalam akarnya makin banyak nutrisi yang diserap.

"Ada Proses" tekanan begitu hebat ketika kita menginginkan hasil yang luar biasa. Seperti juga pegas yang memiliki daya dorong kuat ketika ditekan.

1. Pohon tidak tersinggung ketika buahnya dipetik orang.
Kadang kita protes, kenapa kerja keras kita yang menikmati justru orang lain. Inilah "PRINSIP MEMBERI"

"Kita bekerja bukan hanya untuk hidup tetapi bekerja untuk menghasikan buah...'
Kita bekerja keras supaya kita dapat memberi lebih banyak kepada orang yang membutuhkan.
Jadi bukan untuk kenikmatan sendiri.

Cukupkanlah diri kita dengan apa yang ada pada kita, tapi tidak pernah ada kata cukup untuk memberi orang lain dengan pemberian kita.
Orang yg bisa berkelebihan bukanlah orang yg menghasilkan yg terbanyak, tetapi dia adalah orang yang masih bisa menyisihkan sebagian dari hasilnya untuk membantu orang lain.

2. Buah yang dihasilkan pohon itu menghasilkan biji, dan biji itu menghasilkan multiplikasi.
Ini bicara tentang bagaimana hidup kita "Memberi Dampak Positif" terhadap orang lain.

Pemimpin itu bukan masalah posisi/ jabatan, tapi seorang pemimpin itu lebih mengenai bagaimana bisa mananamkan pengaruh & inspirasi kepada orang lain & selalu bisa menjadi berkat untuk org lain.

Mari belajar menjadi seperti pohon yang bermanfaat...
— bersama Humas Agam.
0 komentar

Sang Protokoler


dalam menerus kan tulisan rekan ku "septria yanto"

Pakai Sandal Jepit, Kasdi Gagal Minta Keadilan di MA

Kasdi, seorang bapak berusia 51 tahun asal Desa Dukuh Babadan, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, mendatangi Mahkamah Agung untuk mengajukan kasasi bagi anaknya yang divonis lima tahun penjara atas dakwaan kepemilikan narkoba.
Kasdi mengatakan anaknya yang berusia 24 tahun, Sarmidi, dijebak atas kepemilikan narkoba oleh seorang temannya yang bernama Afianto, seorang polisi di Semarang. Sarmidi ditangkap tanggal 12 Desember 2011 dan divonis oleh Pengadilan Negeri Semarang atas narkoba yang, menurut Kasdi, bukan milik anaknya itu.
“Anak saya disuruh beli ganja oleh temannya, Afianto. Anak saya tidak mau, tapi teman Afianto pinjam ponsel anak saya untuk menelepon penjual ganja. Tidak lama kemudian, anak saya malah ditangkap oleh polisi dan langsung ditahan. Anak saya sudah satu tahun lebih ditangkap. Saya datang ke Jakarta ini untuk menuntut keadilan,” ujar Kasdi di halaman gedung MA, Kamis 13 Desember 2012.
Malang nasib Kasdi. Setelah menjual sepeda ontel dan ayamnya untuk membeli tiket kereta ekonomi dari Demak ke Jakarta, ia dan keluarganya tidak diperbolehkan masuk ke gedung MA oleh petugas keamanan. Alasannya, Kasdi tidak memakai sepatu dan kemeja. Kasdi yang berjalan kaki dari Stasiun Pasar Senen ke gedung MA itu memang hanya memakai sandal jepit.
Dengan mata berkaca-kaca, Kasdi pun mengungkapkan kekecewaannya terhadap aparat hukum di Indonesia. Ia mengatakan, ia sampai menjual rumahnya seharga Rp9 juta untuk memperjuangkan keadilan bagi anaknya yang ditahan polisi. Bahkan kini ia sudah tidak punya uang dan harta benda lagi karena ayam dan sepeda ontelnya juga telah dijual untuk ongkos ke gedung MA.
“Anak saya yang ditahan polisi itu tulang punggung keluarga. Dia kerja di pabrik pemotongan kayu di Semarang dengan gaji Rp29 ribu per hari. Dia bantu saya mencari ikan di rawa kalau malam,” kata Kasdi.
Kasdi mengaku telah berjuang ke sana-sini untuk memperjuangkan keadilan bagi anaknya, mulai dari mengajukan banding sampai berusaha mengajukan kasasi. Ia mengaku pernah mendatangi DPRD Semarang dan minta bantuan hukum ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, namun tidak ada perkembangan signifikan.
“Saya sudah datang ke DPRD Semarang tanggal 27 Juli 2012. Saya juga sudah mengajukan banding ke Pengadilan Negeri. Saya juga lapor juga ke Propam Polda Jateng karena anak saya menerima kekerasan dan dipaksa mengaku salah. Semua bilang kasusnya masih diproses terus, dan saya disuruh tunggu saja di rumah,” ucap Kasdi.
Saat ini Kasdi bersama keluarganya yang terkatung-katung di Jakarta diarahkan oleh para wartawan untuk menemui Ketua YLBHI, Alfon Kurnia Palma, dengan harapan YLBHI bisa membantu proses hukum anak Kasdi, Sarmidi. Kasdi pun dicarikan bajaj oleh wartawan untuk menuju ke kantor YLBHI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. (vivanews/13/12/12)Dan pemerintah (birokrasi) dengan segala protokolernya sampai sekarang cenderung jauh dari rakyat. Sebagai seorang pemimpin, bagaimana mungkin “mereka” tahu apa yang dibutuhkan oleh yang dipimpinnya, jika mereka tidak dekat dengan apa yang dipimpinnya. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, untuk menemui seorang pejabat publik yang terhormat, kita diharuskan untuk mengikuti protokoler-protokoler yang ditetapkan tanpa ada pengecualian. Jika tidak mengikuti hal tersebut, maka kita tidak akan bisa menyampaikan apa yang akan kita sampaikan. Selain itu, segala praktek tersebut juga dilegitimasi oleh keadaan rakyat Indonesia yang tidak mempunyai critical thinking, yang disebabkan oleh banyaknya dogmatisme (kepercayaan) di Indonesia, dari agama, budaya, dan dogma-dogma lain yang dipaksakan oleh orang tua kita untuk dipercaya. Sekarang ini, ada banyak hal yang menyebabkan manusia lebih membutuhkan pedoman dibandingkan masa-masa sebelumnya. Semakin hari kehidupan semakin kompleks, dan arusnya telah merusak sendi-sendi berbangsa dan bernegara. Sudah seharusnyalah pemerintah memberikan contoh kepada rakyat tentang bagaimana bersikap sebagai seorang warga negara republik ini dan bukan hanya bersembunyi di belakang protokoler-protokolernya. Berbanding terbalik dengan cerita seberang, orang-orang Teheran menemukan Ahmadinejad sebagai sosok pejabat yang justru bangga menyapu sendiri jalan-jalan kota. Gatal tangannya bila melihat ada selokan kota mampet, merasa lebih nyaman menyetir sendiri mobilnya ke kantor dan memilih kerja hingga dini hari sekadar memastikan Ibu Kota Iran ini lebih nyaman ditinggali [Muhsin Labib]



>>> Dan apakah kita merasa memiliki yang namanya Negara Republik Indonesia sayang?

>>> Dan saya juga teringat ketika dengan Arief Muhammad Basari menemui Rektor untuk melapor [bahasa kasarnya minta uang] bahwa kami akan ke Samarinda untuk sebuah acara, kira-kira kejadiannya nyaris mirip, saya yang berambut gondrong dengan sendal jepit dan tembuslah sebesar 250.000 rupiah untuk empat orang. Hahahaha... jika di dalam institusi ini aja begini, tentu di sana lebih dan lebih...





Betul kawan,,

Masih tragedi dikampus yang kata orang megah itu kawan.. yang pernah kualami dan masih membekas dalam benak ini ketika hendak melakukan pembayaran SPP. karena sistem portal yang diterapkan aku tak dapat membayar SPP dan disarankan untuk mengambil cuti. ( ndak usah selah ang kuliah lai) itu nan ndak ka dikecek an nyo

tidak menerima alasan apapun dan pertimbangan apapun. co pikia, kampus seperti apa yang tega melakukan hal ini pada mahasiswa nya. atau mungkin hal ini sudah menjadi sebuah kewajaran bagi tiap kampus. alasan keterlambatan ku adalah karena aku harus ke jakarta melihat Ayahku yang meninggal. Alah, kalian samo sen sadonyo, pandai bana mancari alasan "itu kecek paja tu" lah mode inyo bana punyo nagari ko.

yo baa juo lai, ditunggu selah binasanyo paja tu sep..hahahahahaha




0 komentar

Pembelaan Sang Perokok

  1. Perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif, maka untuk mengurangi resiko tersebut aktiflah merokok.
  2. Menghindarkan dari perbuatan jahat karena tidak pernah ditemui orang yang membunuh, mencuri dan berkelahi sambil merokok.
  3. Mengurangi resiko kematian: Dalam berita tidak pernah ditemui orang yang meninggal dalam posisi merokok.
  4. Berbuat amal kebaikan: Kalau ada orang yang mau pinjam korek api paling tidak sudah siap / tidak mengecewakan orang yang ingin meminjam.
  5. Baik untuk basa-basi / keakraban: Kalau ketemu orang misalnya di Halte kita bisa tawarkan rokok. Kalau basa-basinya tawarkan uang kan nggak lucu.
  6. Memberikan lapangan kerja bagi buruh rokok, dokter, pedagang asongan dan perusahaan obat batuk.
  7. Bisa untuk alasan untuk tambah gaji karena ada post untuk rokok dan resiko baju berlubang kena api rokok.
  8. Bisa menambah suasana pedesaan / nature bagi ruangan ber AC dengan asapnya sehingga se-olah-olah berkabut.
  9. Menghilangkan bau wangi-wangian ruang bagi yang alergi bau parfum.
  10. Kalau mobil mogok karena busi ngadat tidak ada api, maka sudah siap api.
  11. Melatih kesabaran dan menambah semangat pantang menyerah karena bagi pemula merokok itu tidak mudah, batuk-batuk dan tersedak tapi tetap diteruskan (bagi yang lulus).
  12. Untuk indikator kesehatan: Biasanya orang yang sakit pasti dilarang dulu merokok. Jadi yang merokok itu pasti orang sehat.
  13. Menambah kenikmatan: Sore hari minum kopi dan makan pisang goreng sungguh nikmat. Apalagi ditambah merokok!
  14. Tanda kalau hari sudah pagi, kita pasti mendengar ayam merokok.
  15. Anti maling, waktu perokok batuk berat di malam hari.
  16. Membantu shooting film keji, rokok digunakan penjahat buat nyundut jagoan yang terikat dikursi... Ha..ha..ha.. penderitaan itu pedih jendral...!!!
  17. Film Koboy pasti lebih gaya kalau merokok sambil naik kuda, soalnya kalau sambil ngupil susah betul.
  18. Teman boker yang setia.
  19. Bahan inspirasi dan pendukung membuat Tugas Akhir, sehingga seharusnya dicantumkan terima kasih untuk rokok pada kata sambutannya...(saduran: tak diketahui) 
  20.  WALAU BANYAK ALASAN MEREKA UNTUK TETAP MEROKOK, TAPI TETAP SAJA YANG NAMANYA MEROKOK TIDAK BAIK UNTUK SIAPAPUN.. OKE..!!!
0 komentar

PNS dan PEMILU


Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara yang berkedudukan dan berperan sebagai abdi masyarakat, menyelenggarakan pelayanan secara adil dan baik kepada masyarakat, dengan dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, maka pembinaan pegawai diarahkan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia agar memiliki sikap dan perilaku yang berintikan pengabdian, kejujuran, tanggungjawab, disiplin, serta wibawa sehingga dapat memberikan pelayanan sesuai tuntutan perkembangan masyarakat.

Eksistensi Pegawai Negeri Sipil dalam suatu negara sangat penting dalam menentukan keberhasilan negara kedepan, karena sebagai pelaksana dari berbagai kebijakan publik, kebijakan negara dalam mencapai tujuan nasional. Untuk itu dalam upaya mewujudkan tujuan nasional itu harus secara terstruktur dari Pemerintah Pusat sampai ke Pemerintah Daerah serta didukung oleh partisipasi dan peran aktif  serta kontrol dari masyarakat.

Pembinaan, untuk kondisi penyempurnaan aparatur pemerintah menuju reformasi birokrasi dan reformasi aparatur meliputi peningkatan kapabilitas, kemampuan, peningkatan pengabdian serta upaya menciptakan aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa, kreatif, berdaya guna dan berhasil guna diperlukan adanya aturan jelas yang membatasi setiap gerakan pegawai negeri sipil menuju hal yang dilarang dan menyeleweng.
Terlepas dari itu semua, satu hal yang dilupakan adalah soal keterlibatan pegawai negeri sipil dalam politik. Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparatur Negara dan hanya melakukan pelayanan bagi masyarakat dituntut bersikap “netral” dalam setiap kegiatan Pemilu termasuk Pilkada. Dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Pasal 3 telah mengatur hal-hal sebagai berikut :

(1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaran tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.

(2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

(3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Sementara itu larangan bagi PNS untuk memberikan dukungan atau sokongan politk namun harus bersikap netral dalam Pemilu termasuk Pilkada diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 79 ayat (1) dan ayat 4 sebagai berikut :

(1) Dalam kampanye dilarang melibatkan :

a. Hakim pada semua peradilan;

b. Pejabat BUMN/BUMD;

c. Pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri;

d. Kepala desa.


(4) Pasangan calon dilarang melibatkan pegawai negeri sipil, anggota Tenatara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Selanjutnya dalam Pasal 80 secara lebih tegas menyatakan bahwa “Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, dan kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye”.

Penegasan tentang larangan bagi PNS memberi dukungan kepada Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah baik gubernur,bupati maupun walikota dalam pemilihan kepala daerah ditegaskan kembali dalam PP nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Pasal 4 angka 15 sebagai berikut : “Setiap PNS dilarang angka 15 ‘memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:

a. Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;

b. Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;

c. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau

d. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

Sudah jelas aturan tentang larangan bagi pegawai negeri sipil untuk terlibat dalam kegiatan politik, namun masih saja hal itu tidak berlakuk bagi banyak pegawai negeri sipil di Indonesia. Dampak dari keterlibatan pegawai negeri sipil sangatlah besar. Terutama bagi pola pikir bagi PNS. tampak sekali perubahan arah orientasi kerja kepada pelayanan masyarakat menjadi berorientasi kepada kekuasaan dan penghasilan.Sebagai sebuah persembahan dan sesajen bagi banyak PNS saat ini ketika mereka turut melakukan dukungan politk terhadap calon kepala daerah dalam sebuah PILKADA.

Berapa banyak dana yang digelontorkan dalam PILKADA, mengorbankan kegiatan-kegiatan yang seharusnya dilaksanakan. Berapa banyak PNS yang di Non-Job kan akibat tidak mendukung salah satu calon dalam PILKADA. apakah hal-hal seperti ini yang kita harapkan.
Banyak PNS yang berkompeten diasingkan, tidak diberdayakan, akibat ketidak ikutsertaan dalam PILKADA, sangat disayangkan.
Sebaiknya kedepan, PNS tidak lagi memiliki suara dalam PEMILU dan bebas dari kegiatan PEMILU
0 komentar
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. basari.news - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger