arief basari

Featured Post Today
print this page
Latest Post

Sang Protokoler


dalam menerus kan tulisan rekan ku "septria yanto"

Pakai Sandal Jepit, Kasdi Gagal Minta Keadilan di MA

Kasdi, seorang bapak berusia 51 tahun asal Desa Dukuh Babadan, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, mendatangi Mahkamah Agung untuk mengajukan kasasi bagi anaknya yang divonis lima tahun penjara atas dakwaan kepemilikan narkoba.
Kasdi mengatakan anaknya yang berusia 24 tahun, Sarmidi, dijebak atas kepemilikan narkoba oleh seorang temannya yang bernama Afianto, seorang polisi di Semarang. Sarmidi ditangkap tanggal 12 Desember 2011 dan divonis oleh Pengadilan Negeri Semarang atas narkoba yang, menurut Kasdi, bukan milik anaknya itu.
“Anak saya disuruh beli ganja oleh temannya, Afianto. Anak saya tidak mau, tapi teman Afianto pinjam ponsel anak saya untuk menelepon penjual ganja. Tidak lama kemudian, anak saya malah ditangkap oleh polisi dan langsung ditahan. Anak saya sudah satu tahun lebih ditangkap. Saya datang ke Jakarta ini untuk menuntut keadilan,” ujar Kasdi di halaman gedung MA, Kamis 13 Desember 2012.
Malang nasib Kasdi. Setelah menjual sepeda ontel dan ayamnya untuk membeli tiket kereta ekonomi dari Demak ke Jakarta, ia dan keluarganya tidak diperbolehkan masuk ke gedung MA oleh petugas keamanan. Alasannya, Kasdi tidak memakai sepatu dan kemeja. Kasdi yang berjalan kaki dari Stasiun Pasar Senen ke gedung MA itu memang hanya memakai sandal jepit.
Dengan mata berkaca-kaca, Kasdi pun mengungkapkan kekecewaannya terhadap aparat hukum di Indonesia. Ia mengatakan, ia sampai menjual rumahnya seharga Rp9 juta untuk memperjuangkan keadilan bagi anaknya yang ditahan polisi. Bahkan kini ia sudah tidak punya uang dan harta benda lagi karena ayam dan sepeda ontelnya juga telah dijual untuk ongkos ke gedung MA.
“Anak saya yang ditahan polisi itu tulang punggung keluarga. Dia kerja di pabrik pemotongan kayu di Semarang dengan gaji Rp29 ribu per hari. Dia bantu saya mencari ikan di rawa kalau malam,” kata Kasdi.
Kasdi mengaku telah berjuang ke sana-sini untuk memperjuangkan keadilan bagi anaknya, mulai dari mengajukan banding sampai berusaha mengajukan kasasi. Ia mengaku pernah mendatangi DPRD Semarang dan minta bantuan hukum ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, namun tidak ada perkembangan signifikan.
“Saya sudah datang ke DPRD Semarang tanggal 27 Juli 2012. Saya juga sudah mengajukan banding ke Pengadilan Negeri. Saya juga lapor juga ke Propam Polda Jateng karena anak saya menerima kekerasan dan dipaksa mengaku salah. Semua bilang kasusnya masih diproses terus, dan saya disuruh tunggu saja di rumah,” ucap Kasdi.
Saat ini Kasdi bersama keluarganya yang terkatung-katung di Jakarta diarahkan oleh para wartawan untuk menemui Ketua YLBHI, Alfon Kurnia Palma, dengan harapan YLBHI bisa membantu proses hukum anak Kasdi, Sarmidi. Kasdi pun dicarikan bajaj oleh wartawan untuk menuju ke kantor YLBHI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. (vivanews/13/12/12)Dan pemerintah (birokrasi) dengan segala protokolernya sampai sekarang cenderung jauh dari rakyat. Sebagai seorang pemimpin, bagaimana mungkin “mereka” tahu apa yang dibutuhkan oleh yang dipimpinnya, jika mereka tidak dekat dengan apa yang dipimpinnya. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, untuk menemui seorang pejabat publik yang terhormat, kita diharuskan untuk mengikuti protokoler-protokoler yang ditetapkan tanpa ada pengecualian. Jika tidak mengikuti hal tersebut, maka kita tidak akan bisa menyampaikan apa yang akan kita sampaikan. Selain itu, segala praktek tersebut juga dilegitimasi oleh keadaan rakyat Indonesia yang tidak mempunyai critical thinking, yang disebabkan oleh banyaknya dogmatisme (kepercayaan) di Indonesia, dari agama, budaya, dan dogma-dogma lain yang dipaksakan oleh orang tua kita untuk dipercaya. Sekarang ini, ada banyak hal yang menyebabkan manusia lebih membutuhkan pedoman dibandingkan masa-masa sebelumnya. Semakin hari kehidupan semakin kompleks, dan arusnya telah merusak sendi-sendi berbangsa dan bernegara. Sudah seharusnyalah pemerintah memberikan contoh kepada rakyat tentang bagaimana bersikap sebagai seorang warga negara republik ini dan bukan hanya bersembunyi di belakang protokoler-protokolernya. Berbanding terbalik dengan cerita seberang, orang-orang Teheran menemukan Ahmadinejad sebagai sosok pejabat yang justru bangga menyapu sendiri jalan-jalan kota. Gatal tangannya bila melihat ada selokan kota mampet, merasa lebih nyaman menyetir sendiri mobilnya ke kantor dan memilih kerja hingga dini hari sekadar memastikan Ibu Kota Iran ini lebih nyaman ditinggali [Muhsin Labib]



>>> Dan apakah kita merasa memiliki yang namanya Negara Republik Indonesia sayang?

>>> Dan saya juga teringat ketika dengan Arief Muhammad Basari menemui Rektor untuk melapor [bahasa kasarnya minta uang] bahwa kami akan ke Samarinda untuk sebuah acara, kira-kira kejadiannya nyaris mirip, saya yang berambut gondrong dengan sendal jepit dan tembuslah sebesar 250.000 rupiah untuk empat orang. Hahahaha... jika di dalam institusi ini aja begini, tentu di sana lebih dan lebih...





Betul kawan,,

Masih tragedi dikampus yang kata orang megah itu kawan.. yang pernah kualami dan masih membekas dalam benak ini ketika hendak melakukan pembayaran SPP. karena sistem portal yang diterapkan aku tak dapat membayar SPP dan disarankan untuk mengambil cuti. ( ndak usah selah ang kuliah lai) itu nan ndak ka dikecek an nyo

tidak menerima alasan apapun dan pertimbangan apapun. co pikia, kampus seperti apa yang tega melakukan hal ini pada mahasiswa nya. atau mungkin hal ini sudah menjadi sebuah kewajaran bagi tiap kampus. alasan keterlambatan ku adalah karena aku harus ke jakarta melihat Ayahku yang meninggal. Alah, kalian samo sen sadonyo, pandai bana mancari alasan "itu kecek paja tu" lah mode inyo bana punyo nagari ko.

yo baa juo lai, ditunggu selah binasanyo paja tu sep..hahahahahaha




0 komentar

Pembelaan Sang Perokok

  1. Perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif, maka untuk mengurangi resiko tersebut aktiflah merokok.
  2. Menghindarkan dari perbuatan jahat karena tidak pernah ditemui orang yang membunuh, mencuri dan berkelahi sambil merokok.
  3. Mengurangi resiko kematian: Dalam berita tidak pernah ditemui orang yang meninggal dalam posisi merokok.
  4. Berbuat amal kebaikan: Kalau ada orang yang mau pinjam korek api paling tidak sudah siap / tidak mengecewakan orang yang ingin meminjam.
  5. Baik untuk basa-basi / keakraban: Kalau ketemu orang misalnya di Halte kita bisa tawarkan rokok. Kalau basa-basinya tawarkan uang kan nggak lucu.
  6. Memberikan lapangan kerja bagi buruh rokok, dokter, pedagang asongan dan perusahaan obat batuk.
  7. Bisa untuk alasan untuk tambah gaji karena ada post untuk rokok dan resiko baju berlubang kena api rokok.
  8. Bisa menambah suasana pedesaan / nature bagi ruangan ber AC dengan asapnya sehingga se-olah-olah berkabut.
  9. Menghilangkan bau wangi-wangian ruang bagi yang alergi bau parfum.
  10. Kalau mobil mogok karena busi ngadat tidak ada api, maka sudah siap api.
  11. Melatih kesabaran dan menambah semangat pantang menyerah karena bagi pemula merokok itu tidak mudah, batuk-batuk dan tersedak tapi tetap diteruskan (bagi yang lulus).
  12. Untuk indikator kesehatan: Biasanya orang yang sakit pasti dilarang dulu merokok. Jadi yang merokok itu pasti orang sehat.
  13. Menambah kenikmatan: Sore hari minum kopi dan makan pisang goreng sungguh nikmat. Apalagi ditambah merokok!
  14. Tanda kalau hari sudah pagi, kita pasti mendengar ayam merokok.
  15. Anti maling, waktu perokok batuk berat di malam hari.
  16. Membantu shooting film keji, rokok digunakan penjahat buat nyundut jagoan yang terikat dikursi... Ha..ha..ha.. penderitaan itu pedih jendral...!!!
  17. Film Koboy pasti lebih gaya kalau merokok sambil naik kuda, soalnya kalau sambil ngupil susah betul.
  18. Teman boker yang setia.
  19. Bahan inspirasi dan pendukung membuat Tugas Akhir, sehingga seharusnya dicantumkan terima kasih untuk rokok pada kata sambutannya...(saduran: tak diketahui) 
  20.  WALAU BANYAK ALASAN MEREKA UNTUK TETAP MEROKOK, TAPI TETAP SAJA YANG NAMANYA MEROKOK TIDAK BAIK UNTUK SIAPAPUN.. OKE..!!!
0 komentar

PNS dan PEMILU


Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara yang berkedudukan dan berperan sebagai abdi masyarakat, menyelenggarakan pelayanan secara adil dan baik kepada masyarakat, dengan dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, maka pembinaan pegawai diarahkan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia agar memiliki sikap dan perilaku yang berintikan pengabdian, kejujuran, tanggungjawab, disiplin, serta wibawa sehingga dapat memberikan pelayanan sesuai tuntutan perkembangan masyarakat.

Eksistensi Pegawai Negeri Sipil dalam suatu negara sangat penting dalam menentukan keberhasilan negara kedepan, karena sebagai pelaksana dari berbagai kebijakan publik, kebijakan negara dalam mencapai tujuan nasional. Untuk itu dalam upaya mewujudkan tujuan nasional itu harus secara terstruktur dari Pemerintah Pusat sampai ke Pemerintah Daerah serta didukung oleh partisipasi dan peran aktif  serta kontrol dari masyarakat.

Pembinaan, untuk kondisi penyempurnaan aparatur pemerintah menuju reformasi birokrasi dan reformasi aparatur meliputi peningkatan kapabilitas, kemampuan, peningkatan pengabdian serta upaya menciptakan aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa, kreatif, berdaya guna dan berhasil guna diperlukan adanya aturan jelas yang membatasi setiap gerakan pegawai negeri sipil menuju hal yang dilarang dan menyeleweng.
Terlepas dari itu semua, satu hal yang dilupakan adalah soal keterlibatan pegawai negeri sipil dalam politik. Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparatur Negara dan hanya melakukan pelayanan bagi masyarakat dituntut bersikap “netral” dalam setiap kegiatan Pemilu termasuk Pilkada. Dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Pasal 3 telah mengatur hal-hal sebagai berikut :

(1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaran tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.

(2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

(3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Sementara itu larangan bagi PNS untuk memberikan dukungan atau sokongan politk namun harus bersikap netral dalam Pemilu termasuk Pilkada diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 79 ayat (1) dan ayat 4 sebagai berikut :

(1) Dalam kampanye dilarang melibatkan :

a. Hakim pada semua peradilan;

b. Pejabat BUMN/BUMD;

c. Pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri;

d. Kepala desa.


(4) Pasangan calon dilarang melibatkan pegawai negeri sipil, anggota Tenatara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Selanjutnya dalam Pasal 80 secara lebih tegas menyatakan bahwa “Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, dan kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye”.

Penegasan tentang larangan bagi PNS memberi dukungan kepada Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah baik gubernur,bupati maupun walikota dalam pemilihan kepala daerah ditegaskan kembali dalam PP nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Pasal 4 angka 15 sebagai berikut : “Setiap PNS dilarang angka 15 ‘memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:

a. Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;

b. Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;

c. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau

d. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

Sudah jelas aturan tentang larangan bagi pegawai negeri sipil untuk terlibat dalam kegiatan politik, namun masih saja hal itu tidak berlakuk bagi banyak pegawai negeri sipil di Indonesia. Dampak dari keterlibatan pegawai negeri sipil sangatlah besar. Terutama bagi pola pikir bagi PNS. tampak sekali perubahan arah orientasi kerja kepada pelayanan masyarakat menjadi berorientasi kepada kekuasaan dan penghasilan.Sebagai sebuah persembahan dan sesajen bagi banyak PNS saat ini ketika mereka turut melakukan dukungan politk terhadap calon kepala daerah dalam sebuah PILKADA.

Berapa banyak dana yang digelontorkan dalam PILKADA, mengorbankan kegiatan-kegiatan yang seharusnya dilaksanakan. Berapa banyak PNS yang di Non-Job kan akibat tidak mendukung salah satu calon dalam PILKADA. apakah hal-hal seperti ini yang kita harapkan.
Banyak PNS yang berkompeten diasingkan, tidak diberdayakan, akibat ketidak ikutsertaan dalam PILKADA, sangat disayangkan.
Sebaiknya kedepan, PNS tidak lagi memiliki suara dalam PEMILU dan bebas dari kegiatan PEMILU
0 komentar

Motivasi dari Al-Qur'an

Ketika kita mengeluh : “Ah mana mungkin.....”
Allah menjawab : “Jika AKU menghendaki, cukup Ku berkata “Jadi”, maka jadilah (QS. Yaasiin : 82)
Ketika kita mengeluh : “Capek banget gw....”
Allah menjawab : “...dan KAMI jadikan tidurmu untuk istirahat.” (QS.An-Naba : 9)
Ketika kita mengeluh : “Berat banget yah, gak sanggup rasanya...”
Allah menjawab : “AKU tidak membebani seseorang, melainkan sesuai kesanggupan.” (QS. Al-Baqarah : 286)

Ketika kita mengeluh : “Stressss nih...Panik...”
Allah menjawab : “Hanya dengan mengingatKu hati akan menjadi tenang”. (QS. Ar-Ro’d : 28)

Ketika kita mengeluh : “Yaaaahh... ini mah semua bakal sia-sia..”
Allah menjawab :”Siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji dzarah sekalipun, niscaya ia akan melihat balasannya”. (QS. Al-Zalzalah : 7)

Ketika kita mengeluh : “Gile aje..gw sendirian..gak ada seorangpun yang mau bantuin...”
Allah menjawab : “Berdoalah (mintalah) kepadaKU, niscaya Aku kabulkan untukmu”. (QS. Al-Muu'miin : 60)
Ketika kita mengeluh : “ Duh..sedih banget deh gw...”
Allah menjawab : “La Tahzan, Innallaha Ma’ana. Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita:. (QS. At-Taubah : 40)

Kurang jelas bagaimana coba masa masih pada galau buat kita semua yang mulai galau, atas perhatian Allah yang serasa jauh dari kita padahal sebaliknya Allah dekat selalu (QS. Al-Baqarah : 186).
0 komentar

Sertifikasi Ulama


Ulama tidak perlu sertifikat, sebab ia panutan. Ulama juga harus tetap dilahirkan seiring dengan jumlah penduduk yang bertambah.

Hal itu disampaikan ketua MUI Sumbar, Syamsul Bahri Khatib dalam seminar nasional 75 tahun, Prof. Amir Syarifuddin dengan tema ‘Peranan Ulama dalam Pengembangan Hukum Islam di Indonesia’, Senin (12/11) di Auditorium Gubernuran Sumbar. Pada saat yang sama juga diluncurkan biografi Amir Syarifuddin berjudul Qana’ah dengan editor Syafiul Yazan.

Disampaikan Syamsul lembaga-lembaga pendidikan terutama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol dapat melahirkan banyak ulama.

“Kita tidak butuh sertifikat, tapi bagaimana ulama dapat menjadi panutan, menjadi pengarah dan pembinaan agama Islam, serta memupuk akidah,”sebut Syamsul Bahri.

Gubernur Irwan Prayitno yang hadir dalam kesempatan itu mengatakan, Sumbar membutuhkan orang-orang yang mengerti dengan aturan Islam, sehingga bisa hidup sesuai dengan sunnah Rasul dan Alquran.

“Kita bangga dengan Pak Amir Syarifuddin yang terus berupaya untuk mengaktualisasikan hukum Islam dalam hukum nasional,” sebut Irwan.

Pembicara dalam seminar tersebut, Makmur Syarif dan M. Ato Mudzhar, Ismail Novel dan Syamsul Bahri Khatib.

Dalam bahannya, Ismail Novel mengatakan, bagi Amir Syarifuddin reformasi hukum Islam itu tidak hanya dalam bidang fiqh, melainkan juga ushul fiqh, atau sistem metodologi hukum Islam. Karena perumusan ushul fiqh sangat dipengaruhi dimensi waktu dan tempat.

“Karena ada perubahan masa dan tempat, menghendaki perlunya kaji ulang terhadap sistem metodologi hukum yang ada,” ujarnya Ismail.

Menurutnya, sumbangan pemikiran Amir Syarifuddin dalam pembaharuan pemikiran hukum Islam di Indonesia terletak pada pemikiran ushul fiqhnya. Sebaliknya juga memilikinya peran sama dalam pemikiran fiqh.

Amir Syarifuddin merupakan mantan Rektor IAIN Imam Bonjol. Guru besar hukum Islam pada fakultas Syari’ah IAIN Imam Bonjol Padang. Juga pernah menjadi ketua MUI periode 1991-2002. Direktur Pascasarjana IAIN IMAM Bonjol Padang 1994-2003.
0 komentar

Budaya Aparatur Pemerintah

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki secara bersama oleh suatu kelompok orang dan diturunkan secara terus menerus dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur kompleks, termasuk didalamnya sistem agama, adat istiadat, bahasa, perabotan, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh yang bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Budaya sebagai hasil karya, cipta dan rasa manusia dalam perjalanan sejarahnya dimulai dari yang paling sederhana, berkembang dan maju terus setahap demi setahap sampai pada yang kompleks dan maju. Budaya bertambah maju secara akumulatif, baik mutunya yang semakin meningkat, atau budaya yang berkembang dari keadaan sebelumnya.

Sistem dan nilai yang tergambar di dalam budaya adalah hubungan antar individu didalamnya. Budaya sangat berpengaruh besar pada pola sikap, pola pikir dan pola tindak antar individu didalamnya. Konsisi ini juga tergambar pada budaya dalam lingkungan aparatur Pemerintah yang memikul tanggung jawab melaksanakan tugas-tugas bersama, berkumpul dan bekerja pada suatu lingkungan kerja yang memiliki legalitas dan arah tujuan yang jelas.

BUDAYA APARATUR PEMERINTAH

Dilingkungan aparatur pemerintah diharapkan mampu menciptakan dan menegmbangkan sistem nilai berupa nilai-nilai kebangsaan dan kebiasaan hidup didalam dan diluar lingkungan kerja sebagai unsur aparatur pemerintah maupun sebagai anggota masyarakat. Aparatur Pemerintah harus memiliki suatu sikap mental bangsa yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku berupa kepatuhan dan ketaatan, baik secara sadar maupun melalui pembinaan terhadap norma-norma kehidupan yang berlaku dengan keyakinan bahwa dengan norma-norma tersebut tujuan nasional dapat dicapai yang telah disusun dalam peraturan-peraturan yang legitimet.

Dengan kata lain eksistensi nilai-nilai kebangsaan dalam kepatuhan dan ketaatan terhadap aspirasi dan cita-cita nasional, ideologi negara dan UUD 1945 serta peraturan perundang-undangan lainnya yang merupakan juga tanggung jawab social yang dileaderi oleh aparatur pemerintah.

Didalam kepatuhan dan ketaatan itu secara kongkret berarti adanya kesediaan untuk mematuhi, menghormati dan adanya kemampuan melaksanakan suatu sistem nilai yang mengharuskan seseorang tunduk pada putusan, perintah atau peraturan yang berlaku dimasyarakat khususnya dilingkungan kerja masing-masing. Dengan kata lain bahwa budaya tersebut tidak mungkin terwujud tanpa disiplin pribadi dalam kebiasaan pada kehiduppan sehari-hari yang melekat pada diri, yang melekat pada diri para apartur pemerintah secara perseorangan dan sistim..

Beberapa aspek budaya yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan tugas bagi aparatur pemerintah yang mengakibatkan tidak berjalan dengan efektif dan efisien diantaranya:

1. Budaya paternalisme yaitu sikap yang terlalu berorientasi keatas, akibatnya bawahan bekerja lebih menyenangi menunggu perintah dari atasan, sedangkan kreativitas, inisiatif berkurang bahkan cenderung dimatikan. Budaya ini perlu dikurangi agar tidak berkelebihan yaitu dengan cara sebagai berikut:
Pemimpin perlu mengembangkan pola proses pengambilan keputusan bersama (group decision process) tanpa mengurangi wewenangnya dalam mengambil keputusan.
Bila perlu pengarahan dikurangi dan diganti dengan pola pemecahan masalah (problem solving oriented) sehingga setiap petugas merasa ikut bertanggung jawab pada setiap masalah organisasi/unit kerjanya.

2. Budaya manajemen tertutup, yang artinya bahwa pemimpin merasa sebagai penguasa seutuhnya organisasi yang dipimpinnnya yang tidak perlu mengikutsertakan bawahannya, sehingga timbul sikap saling curiga mencurigai, saling tidak percaya, dan prasangka yang kurang menguntungkan dan lain-lain. yang berakibat organisasi pemerintah yang berjalan dengan kaku..

3. Budaya mangkir dalam jam kerja, kurang mampu membedakan jam kerja dan jam dinas, urusan pribadi dan urusan kedinasan. Untuk itu disiplin kerja dan disiplin waktu perlu dibina dan ditingkatkan, dengan mengurangi kebiasaan yang tidak tepat pada jam kerja. banyak hal diantara yang menjadi penyebab salah satu nya bahwa tidak adanya kejelasan dan pemahaman yang baik terhadap TUPOKSI jabatan dan SOP pelayanan pemerintahan.

4. Budaya atau kebiasaan memberikan terlalu banyak pekerjaan dan tanggung jawab kepada seseorang yang aktif dan berprestasi dan kurang percaya terhadap yang belum memperoleh kesempatan untuk aktif dan berprestasi. Pekerjaan tidak mempedomani alur tugas yang jelas, hanya mengedepankan factor kedekatan individu.

5. Budaya system famili dan koneksi yang dilingkungan aparatur pemerintah mengakibatkan pengangkatan pegawai dan pembinaan karier kurang memperhatikan profesionalisme dan prestasi. Budaya ini ditunjang lagi oleh kebiasaan berupa kecenderungan pilih kasih (like and dislike) dalam pembinaan dan pengembangan karier dan penempatan seorang pegawai. Kondisi ini harus segera ditiadakan mengingat semakin pesatnya, perkembangan ilmu dan teknologi yang memerlukan personil yang berkualitas dilingkungan aparatur pemerintah. Organisasi Pemerintah saat ini bukan lagi butuh pegawai secara kuantitas, namun butuh pegawai secara kualitas, pegawai yang mampu bekerja dengan baik, siap bertanggungjawab dan berdedikasi tinggi atas kemajuan organisasi pemerintah tersebut.

6. Budaya asal bapak senang (ABS) yaitu budaya didalam memberikan informasi/laporan kepada pimpinan dengan penuh rekayasa hal demikian dilakukan buasanya untuk menutupi kekurangan/kelemahan atau kegagalan dalam bekerja, tetapi juga karena rasa takut pada pimpinan dan sifat senang dipuji atau rasa kurang senang dikoreksi oleh atasannya. Budaya ini akan berakibat mempersulit pelaksanaan pengawasan dan pembinaan dan bimbingan dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja.

7. Budaya tidak senang diperiksa karena pengawasan cenderung bersifat mencari-cari kesalahan. Pengawasan hendaknya dikembangkan sebagai usaha membantu pihak yang diawasai untuk menyadari kekurangan dan kelemahannya disertai dorongan untuk memperbaiki melalui usaha sendiri. Setiap aparatur pemerintah hendaknya menyadari bahwa kegiatan pengawasan adalah pekerjaan yang rutin dan wajar yang tidak perlu ditakuti, perasaan takut dan tidak menyukai pengawasan itu hanya dapat dihindari jika setiap aparatur pemerintah mengembangkan kebiasaan bekerja sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berani karena benar takut karena salah.

Masih banyak budaya yang tersirat dalam adat istiadat, kebiasaan, hubungan kemasyarakatan dan lain-lain yang ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan kegiatan-kegiatan aparatur pemerintah.
0 komentar

Reformasi Birokrasi (Part 1)

Reformasi Birokrasi akan berdampak pada perubahan yang sangat signifikan terhadap lempeng-lempeng birokrasi yang mencakup kepada lemabag itu sendiri, sumber daya manusia dan aparatur didalamnya, ketatalaksanaan, akuntabilitas, control dan pengawasan, serta tujuan dari penyelenggaraan birokrasi itu sendiri yaitu pelayanan publik. Perubahan tersebut dilakukan untuk melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara tepat, cepat dan konsisten, guna menghasilkan manfaat sesuai diamanatkan dalam undang-undang. lebih jauh lagi berharap bahwa Reformasi Birokrasi harus diarahkan menuju perubahan yang lebih baik, dan kapan perlu menuju kesempurnaan sebagai sebuah cerminan yang bertolak belakang dengan Birokrasi masa lalu yang faktanya peran birokrasi saat itu sangat bobrok, arogan dan korup dan sangat jauh dari harapan.

Kenyataan ini, sesungguhnya menunjukan bagaimana dahulu Birokrasi Indonesia sangat tidak ideal, permusyawaratan satu warna, dan lain sebagainya yang kemudian disadarkan dengan kejatuhan Negara akibat dari akumulasi kebobrokannya yang berlatarbelakang korupsi.

Dalam kehidupan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat, birokrasi mempunyai peranan untuk mampu mengemban misi, menjalankan fungsi-fungsi kelembagaan, melaksanakan semua aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya di dalam negara,dengan tingkat efisiensi dan efektifitas yang semaksimal mungkin disertai dengan orientasi pelayanan dan bukan orientasi kekuasaan.

Jalannya Birokrasi tidak dapat dilepaskan dari kekuasaan. Sangat besar pengaruh kekuasaan dan politik sehingga mengakibatkan birokrasi itu sendiri tidak berjalan dengan baik dan profesional dan malahan mandul. Birokrasi dengan budaya organisasi yang dibangun didalamnya, cenderung lebih sibuk melayani sang penguasa, memperkaya dan memuja penguasa dan jauh dari menjalankan fungsi-fungsi utamanya sebagai pelayan masyarakat.

Ujung tombak Birokrasi adalah pelayanan dan dalam pelayanan publik, telah banyak diciptakan metode-metode pelayanan yang menjadi standar pelayanan publik, yang dalam metode-metode tersebut sangat mengharapkan pelayanan terhadap public dapat dilakukan dengan cepat, tepat, murah dan transparan, namun masih saja hal itu belum dapat terwujud. Upaya tersebut belum banyak dinikmati masyarakat, dikarenakan pelaksanaan sistem dan prosedur pelayanannya kurang efektif, efesien, berbelit-belit, lamban, tidak merespons kepentingan pelanggan/masyarakat yang ditimpakan kepada birokrasi. Semua ini merupakan cerminan bahwa kondisi birokrasi dewasa ini dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, masih belum sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat.

Ketidakpuasan terhadap kinerja pelayanan publik, dapat dilihat dari keengganan masyarakat berhubungan dengan birokrasi pemerintah atau dengan kata lain adanya kesan untuk sejauh mungkin menghindari birokrasi pemerintah. Fenomena kurang responsif, kurang informatif, kurang koordinasi, tidak mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat inefesiensi dan birokratis, merupakan kondisi pelayanan publik yang dirasakan oleh masyarakat selama ini. Hal ini disebabkan karena masih banyaknya peran Kementerian/Lembaga yang tumpang tindih, pemerintah yang dirasakan masih sentralistik, kurangnya infrastruktur, masih menguatnya budaya dilayani bukan melayani, transparansi biaya dan prosedur pelayanan yang belum jelas, serta sistem insentif/penghargaan dan sanksi belum maksimal.
0 komentar
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. basari.news - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger